REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan akan terus mengajak berembug Menteri Susi Pudjiastuti terkait penuntasan polemik mengenai penggunaan ‘jaring cantrang’ oleh para nelayan. Hal ini karena selain sudah menyentuh persoalan pemenuhan kebutuhan primer nelayan, yakni menyangkut soal kelangsungan hidup mencari nafkah. Pada sisi lain, bila persoalan ‘cantrang’ dibiarkan berlarut maka dipasttikan akan memicu munculnya persoalan sosial yang serius dan meluas.
‘’Persoalan ini sudah menyangkut soal kebutuhan perut. Nah, kami akan terus mengajak Ibu Susi untuk menuntaskannya. Saya yakin beliau akhirnya akan bersedia memberikan solusi yang tepat. Dan kami yang di PKB siap membantu dan mendukungnya. Target kami pada lebaran nanti kontroversi soal penggunaan jaring cantrang sudah selesai,’’ kata Muhaimin saat menerima puluhan perwakilan nelayan dari seluruh Indonesia, di Kantor DPP PKB Jakarta, (2/5).
Muhaimin mengatakan setelah mendengar langsung semua cerita nelayan, maka ia pun yakin polemik pengunaan jaring cantrang sudah sangat serius. Para nelayan mengeluhkan bahwa mereka telah kehilangan mata pencahariannya. Pengangguran sudah merebak dan usaha di sektor perikanan pun menjadi suri. Situasi ini makin keruh karena banyak nelayanan sudah ditangkap aparat keamanan akibat nekad mencari ikan di laut dengan menggunakan jaring cantran tersebut.
‘’Khusus untuk penangkapan nelayan, kami meminta kepada Kapolri, Kapolda, Kapolres, hingga Kapolsek hentikan penangkapan terhadap nelayan sebelum aturan hukumnya betul-betul jelas. Keluarkan para nelayan yang ditahan. Mereka bertindak nekad itu karena terdesak untuk sekedar mencari makan. Kami tidak ingin persoalan ini menjadi nelayanan hidup dalam ketakutan,’’ katanya seraya menyinggung adanya puluhan nelayan yang meringkuk di dalam tahanan kepolisian akibat tertangkap menggunakan jaring cantran ketika melaut.
Menurut Muhaimin, salah satu solusi untuk menuntaskan soal cantrang adalah mencari jalan agar ‘kebutuhan perut nelayan’ dan kelangsungan pelestarian laut bisa berjalan bersama. ‘’Istilahnya kebutuhan kedua soal itu harus bisa berjalan bersama. Kami tidak ingin ikannya lestari namun harus dibayar mahal dengan musnahnya kehidupan nelayan yang sampai saat ini merupakan kelompok masyarakat yang kehidupannya sangat susah. Jadi ikannya bisa lestari pada saat yang sama nelayannya harus juga hidup berkecukupan. Itulah cita-cita kemerdekaan bangsa kita,’’ ujar Muhaimin.
Seorang anggota Paguyuban Nelayan Cantrang di Banten, Nawawi Nurhadi mengatakan saat di tempatnya ratusan kapal milik nelayan sudah tidak dipergunakan melaut. Para nelayan di tempatnya sudah menjadi pengangguran. Keadaan ini jelas menjadi ancaman sosial yang sangat serius.
“Kini kami hidup tak tenang. Setiap kali melaut kami selalu diliputi rasa takut. Kami yang dahulu gembira setiap kali ketemu patrol kapal milik TNI dan aparat keamanan laut, maka sekarang langsung lari begitu melihat kapal mereka mendekat. Kami di laut seperti main kucing-kucingan,’’ kata Asnawi.
Sementara itu, Ketua Fraksi DPRD PKB Sukabumi, Anwar Sadat, menyatakan kehidupan nelayan di wilayahnya memang kini makin menyedihkan. Setidaknya sekarang ada 117 nelayan di Sukabumi yang kehilangan mata pencaharian. Produksi budi daya perikanan seperti ‘lobster’ hancur padahal dari sektor ini sebelumnya mampu menghasilkan devisa hingga Rp 400 milyar per hari.
‘’Sekarang di Sukabumi tak ada nelayan yang berani menangkap ‘benih’ lobster lagi. Tercatat sembilan orang nelayan kami telah ditangkap aparat keamanan. Ekspor benih lobster yang selama ini dikirim ke Singapura dan Vietnam kini tidak ada lagi. Adanya situasi ini kami yang hidup bersama mereka merasakan ada bahaya yang kini mengancam kehidupan nelayan. Dalam waktu dekat memang harus ditemukan solusinya agar nantinya tidak pecah menjadi berbagai persoalan sosial,’’ kata Anwar.