REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pimpinan rapat sidang paripurna DPR yang menyetujui pengusulan hak angket, Fahri Hamzah dilaporkan ke KPK oleh beberapa pihak antara lain Perludem, Pukat UGM, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Komisi Pemantau Legislatif karena dianggap telah menghalangi proses penegakan hukum.
Hal itu disampaikan oleh Anggota Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dari Universitas Andalas, Feri Amsari, usai diskusi publik yang diselenggarakan di Perpustakan Daniel S Lev, Sekolah Tinggi Hukum, Universitas Jantera, Jakarta, pada Selasa (2/5).
“Fahri kita laporkan hari ini (kemarin) jam 12.30 WIB. Besok (hari ini) ICW akan konferensi pers terkait Fahri yang melaporkan obstruction of justice,” kata Feri kepada wartawan.
Fahri Hamzah dilaporkan atas dugaan menghalangi proses penegakan hukum pada kasus Korupsi KTP-el. Fahri dilaporkan dengan pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena melakukan obstruction of justice.
“Fahri telah melakukan tindakan semena-mena, tidak ada musyawarah, dan voting, langsung memutuskan adanya hak angket untuk KPK itu. Itu yang kita anggap sebagai tindakan obstruction of justice,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR tersebut dilaporkan dengan pasal Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), bukan KUHP, sehingga hak imunitas tidak berlaku bagi Fahri.
“Mengapa kita tidak pakai pasal obstruction of justice KUHP, tapi yang kita pakai itu obstruction of justice UU tipikor, karena konsep obstruct tipikor itu undang-undang khusus, imunitas itu hanya untuk ketentuan umum saja selama ia menjalankan tugas parlemennya. Nah ini pasal khusus yang dapat berlaku kepada siapa saja. Ya kita gunakan pasal khusus itu,” kata Feri.