Rabu 03 May 2017 15:00 WIB

Jejak Kerajaan Islam di Tanah Jawa

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Pulau Jawa
Foto: IST
Pulau Jawa

REPUBLIKA.CO.ID,   JAKARTA -- Prof Merle Calvin Ricklefs dalam bukunya, Mengislamkan Jawa (2012), menjelaskan secara cukup komprehensif pengaruh Islam dan kerajaan-kerajaan Islam terhadap kebudayaan Jawa.

Sejarawan Universitas Cornell itu menyebutkan, tonggak perkembangan agama ini di Tanah Jawa dapat ditelusuri sejak abad ke-14. Bukti pertama yang menunjukkan hal itu adalah temuan beberapa nisan milik kalangan ningrat Muslim di lingkungan Kerajaan Majapahit. Nisan-nisan ini bertarikh tahun 1368-1369.

Surutnya pengaruh Majapahit memberi cukup ruang bagi tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa. Itu dipaparkan dalam karya klasik Babad Tanah Jawi. Dalam artikelnya, The Genesis of the Babad Tanah Jawi (1987), JJ Ras menjelaskan bahwa karya tersebut tidak hanya membahas Kesultanan Mataram atau keraton-keraton lainnya.

Kitab setebal 2.400 halaman ini juga menuturkan mitos kejadian umat manusia sejak Nabi Adam hingga 1745, yakni tahun terbentuknya Keraton Surakarta. Lantaran mencampur mitos dengan informasi historis, Babad Tanah Jawi digunakan secara kritis oleh para sejarawan.

Prof Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (2005) memandang Babad Tanah Jawi sebagai sumber yang dapat diandalkan untuk mengetahui Islamisasi dan runtuhnya Majapahit. Uraiannya berkisar pada Prabu Brawijaya alias Raden Alit dengan patihnya, Gadjah Mada. Prabu Brawijaya dikisahkan gentar terhadap pengaruh Sunan Giri.

Sebab, orang-orang Majapahit mulai banyak belajar kepadanya. Prabu Brawijaya takut bilamana Sunan Giri akan memberontak terhadap Majapahit. Untuk itu, dia memerintahkan Gadjah Mada untuk menyerbu kediaman Sunan Giri, tetapi serangan ini pun tidak berhasil. Sehabis perang, Sunan Giri meninggal dunia.

Cucunya, Sunan Parapen, menjadi penggantinya. Namun, intimidasi Prabu Brawijaya atas para pengikut Sunan Giri berkurang setelah dia sendiri terkena musibah usai mencoba membongkar makam Sunan Giri.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement