REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kepolisian Malaysia telah menangkap dua orang Turki, termasuk kepala sebuah sekolah internasional dan disangka melakukan kegiatan-kegiatan yang mengancam keamanan nasional, kata Kepala Polisi Khalid Abu Bakar.
Kedua pria tersebut yakni Kepala Sekolah Turgay Karaman dan pengusaha Ihsan Aslan. Mereka ditangkap pada Selasa (2/5) terkait "tindakan-tindakan teroris", kata dia dalam kicauannya. Sejauh ini belum ada rincian mengenai kegiatan-kegiatan yang dituduhkan di Malaysia yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
Penegasan kepolisian itu diberikan setelah Karaman terlihat di rekaman CCTV yang beredar di sosial media dipaksa masuk ke dalam sebuah mobil tak berpelat nomor polisi oleh lima pria tak dikenal di sebuah tempat parkir di pinggiran Kuala Lumpur. Sebuah laporan polisi dilampirkan mengenai hilangnya Karaman oleh seorang teman pada Selasa malam.
Aslan juga dilaporkan hilang oleh istrinya pada Selasa malam setelah istrinya gagal memperoleh kabar dari dia selama lebih sehari. Pengacara Karaman, Rosli Dahlan, mengatakan kepada kantor berita Reuters menghilangnya kedua pria itu memiliki kesamaan dengan sebuah kasus pada Oktober ketika dua orang Turki dilaporkan hilang dan kemudian ditemukan telah dideportasi ke Turki.
Ia membantah spekulasi pria-pria tersebut merupakan pendukung Fethullah Gulen, ulama yang tinggal di Amerika Serikat. Ulama itu dipersalahkan oleh Presiden Turki Tayyip Erdogan karena terlibat persekongkolan dalam kudeta yang gagal tahun lalu. Gulen membantah keterlibatannya dalam kudeta yang gagal itu. Lebih 230 orang telah terbunuh dalam insiden tersebut.
"Mereka adalah akademisi. Mereka tak didakwa atas kegiatan Gulen," kata Rosli.
Turki telah menekan negara-negara lain yang menjadi tuan rumah institusi-institusi dukungan Gulen, yang gerakannya mengelola 2.000 lembaga pendidikan di seluruh dunia. Human Rights Watch pada Rabu menyatakan kedua orang itu hendaknya jangan dipaksa untuk dikirim ke Turki, dan menyerukan investigasi.
Deputi Direktur HRW Asia Phil Robertson mengatakan tak diragukan jika dipulangkan ke Turki, mereka akan mendapat siksaan dalam penahanan dan jika didakwa melakukan kejahatan di sana, peradilannya tak jujur dan tak sesuai dengan standar.