Kamis 04 May 2017 11:22 WIB

Sengitnya Serangan Macron dan Le Pen dalam Debat TV Terakhir

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Kandidat calon presiden Prancis Marine Le Pen (kiri) dan Emmanuel Macron (kanan) terlibat debat sengit di televisi, Rabu (3/5) sebelum pemilu digelar pada Ahad (7/5).
Foto: Eric Feferberg/Pool Photo via AP
Kandidat calon presiden Prancis Marine Le Pen (kiri) dan Emmanuel Macron (kanan) terlibat debat sengit di televisi, Rabu (3/5) sebelum pemilu digelar pada Ahad (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Calon Presiden Prancis Emmanuel Macron (39 tahun) dan Marine Le Pen (48) mengikuti debat TV terakhir pada Rabu malam (3/5), sebelum pemilu putaran kedua diselenggarakan pada Ahad (7/5) mendatang. Keduanya saling menyerang terkait visi masa depan Prancis, mata uang euro, hingga isu terorisme.

Sebelum debat dimulai, jajak pendapat menunjukkan Macron unggul 20 poin persentase di atas Le Pen. Pemilihan ini dilihat secara luas sebagai pemilihan umum paling penting di Prancis dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Bagi Le Pen, debat selama 2,5 jam yang ditonton oleh jutaan orang ini merupakan kesempatan besar untuk meyakinkan pemilih mengenai program-programnya. Ia mengatakan akan memperketat aturan imigrasi, menyingkirkan mata uang tunggal euro dan mengadakan referendum keanggotaan Prancis di Uni Eropa.

Namun, menurut sebuah jajak pendapat singkat yang dilakukan Elabe untuk BFMTV, sebanyak 63 persen penonton menyatakan Macron lebih meyakinkan daripada Le Pen dalam debat tersebut. Hal itu memperkuat posisi Macron sebagai kandidat favorit untuk melangkah ke Istana Elysee.

Di dalam debat itu, Le Pen menyerang latar belakang Macron sebagai mantan bankir investasi dan menteri ekonomi. Ia menggambarkan Macron sebagai pewaris pemerintah sosialis yang tidak populer.

"Anda masih muda di luar, tapi tua di dalam," kata Le Pen.

Sementara, Macron menyerang kebijakan Le Pen yang ingin meninggalkan mata uang euro untuk kembali ke mata uang franc, dan menyebutnya sebagai rencana yang fatal. Macron menuduh Le Pen gagal menawarkan solusi bagi masalah ekonomi Prancis seperti pengangguran kronis.

"Silakan Anda terus menunjukkan wajah di TV. Saya ingin menjadi presiden negara ini," ungkap Macron.

Keamanan nasional juga menjadi isu yang diperdebatkan secara sengit. Isu ini sangat sensitif di Prancis, setelah 230 orang terbunuh oleh kelompok teroris sejak 2015.

Le Pen menuduh Macron bersikap terlalu tenang dalam menghadapi fundamentalisme Islam. "Anda tidak memiliki rencana dalam keamanan nasional, Anda sangat bermurah hati terhadap fundamentalisme Islam," kata Le Pen.

Macron mengatakan, terorisme akan menjadi prioritasnya jika dia terpilih dan ia justru menuduh Le Pen menawarkan solusi palsu. "Saya akan memimpin perang melawan terorisme di setiap tingkat. Yang teroris inginkan sama seperti apa yang Anda tawarkan, yaitu perang saudara," ujar Macron.

Macron dan Le Pen menempati posisi teratas dari 11 kandidat Presiden Prancis, dalam pemungutan suara putaran pertama pada 23 April lalu. Macron hanya unggul tiga poin di atas Le Pen, tapi dia diperkirakan akan merebut sebagian besar suara dari kaum Sosialis dan sayap kanan yang kandidatnya telah tereliminasi.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement