REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik dan agama menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Indonesia. Terlebih, masyarakat Indonesia sangat kental dengan agamanya.
Menteri Agama Lukman Hakim mengatakan, pemisahan politik dan agama harus dicermati bentuk konteksnya. Sebab, jika keseluruhan harus dipisahkan hal tersebut tidak bisa. Masyarakat yang agamis tak akan memisahkan diri dengan keagamaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. "Maka ini (politik dan agama) bagian yang menyatu," kata Lukman di Istana Negara, Kamis (4/5).
Menurut Lukman, hal yang harus dipisahkan dari kedua konteks ini adalah akibat atau dampak dari perpolitikan negatif. Hal itu kemudian ikut mempengaruhi kehidupan beragama dan ini harus dipisahkan.
Bagaimanapun sering kali aktivitas politik mengakibatkan munculnya dampak-dampak negatif. Dampak atau cara berpolitik yang negatif inilah yang bertolak belakang dengan nilai-nilai agama.
Ini yang dikhawatirkan bisa mempengaruhi kehidupan keagamaan. "Itulah konteks memisahkan, maka yang dipisahkan adalah dampak aktivitas politik dalam keagamaan," tuturnya.
Menurut Lukman, kasus yang tengah menimpa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja (Ahok) atas penistaan agama yang dilakukan sebaiknya tidak merusak kuutuhan dalam beragama di Indonesia.
Generasi muda, anak-anak yang belum terlalu paham mengenai keagamaan harus diajarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan beragam. Keberagaman ini jangan sampai membuat sekat, terpisah-pisah satu dengan yang lain. Justru agama harus dijadikan alat pemersatu.
"Pemahaman keagamaan itu jangan sampai digunakan sebagai faktor yang justru bisa membuat kita terfragmentasi, terpecah belah," ujar Lukman.