REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai perhelatan Pilkada DKI Jakarta yang membelah publik dan elite politik, komitmen semua pihak perlu menegaskan kembali komitmennya tentang demokrasi Pancasila yang perlu ditegaskan. Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, dalam waktu tak lama, bukan tak mungkin demokratisasi di Indonesia yang dimulai sejak Reformasi 1998 mengalami kemunduran.
Dia mengatakan, Indonesia bisa berada dalam ketidakpastian yang berlarut dan memundurkan semua pencapaiannya. "Inilah renungan terjauh refleksi dari ruang publik Indonesia pasca-Pilkada Jakarta. Persaingan antarkandidat dalam pilkada sudah selesai. Hasil KPU soal pilkada sudah disahkan. Namun konflik gagasan justru terus membara," katanya lewat siaran pers, Kamis (4/5).
Denny JA menyatakan, ada empat pokok isu strategis pasca-Pilkada Jakarta. Pertama, menjelaskan aneka embrio platform yang berbeda dan saling bertentangan yang ada saat ini mengenai ke mana Indonesia harus dibentuk. Aneka platform itu ikut bertarung mewarnai Pilkada DKI 2017.
Kedua, argumen mengenai mengapa para elite perlu menegaskan komitmen pada demokrasi Pancasila yang diperbaharui. "Juga dijelaskan apa beda demokrasi pancasila yang diperbaharui dengan demokrasi Pancasila era Sukarno dan Soeharto," ujarnya.
Denny merasa perlu dibuat penekanan bedanya demokrasi Pancasila yang diperbaharui dengan demokrasi liberal yang kini berlaku di dunia barat. "Ketiga, penjelasan soal apa yang kurang dalam praktik demokrasi Indonesia saat ini agar mencapai platform ideal demokrasi Pancasila yang diperbaharui itu," ucapnya. Yang keempat, sambung dia, apa yang masyarakat bisa kerjakan untuk ikut mengkonsolidasikan demokrasi Pancasila yang diperbaharui harus diwujudkan.