REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Tragedi kemanusiaan di Yaman sulit terhindarkan. Sekjen Pengungsi Norwegia Jan Egeland menceritakan, saat di Yaman ia bertemu dengan para guru, petugas kesehatan, dan insinyur yang belum dibayar selama delapan bulan. Mereka berjuang keras untuk bertahan hidup.
Seorang pekerja pemberi bantuan, kata Egeland, mengatakan ada ketakutan dan keputusasaan di kalangan warga sipil yang sangat besar. Ibu-ibu yang anak-anaknya mengalami gizi buruk mengambil anak-anak mereka dari ranjang rumah sakit ketika mereka mendengar pesawat perang terbang.
Krisis pangan di Yaman diperparah oleh konflik yang terus berlanjut antara pemberontak Houthi melawan pasukan setia kepada presiden Abdu Rabbu Mansour Hadi.
Sejak Maret 2015, Arab Saudi telah memimpin intervensi militer yang didukung AS di Yaman yang bertujuan untuk mengembalikan kepresidenan Hadi, yang tinggal di pengasingan di Riyadh. Saudi dan sekutunya bertempur melawan dan pasukan Houthi yang didukung Iran.
Seperti dilansir Guardian, Egeland meminta pihak-pihak yang berkonflik untuk menyetujui gencatan senjata dan menjaga jalur pasokan kemanusiaan utama pelabuhan Hodeida tetap dibuka.
Namun sayang jika pasokan pangan dikirimkan maka ada peringatan dilakukan serangan terhadap pelabuhan oleh koalisi yang dipimpin oleh Saudi. "Tidak ada tempat di muka bumi yang memiliki banyak nyawa manusia dalam keadaan risiko tinggi. Kami bahkan tidak yakin kalau jalur bantuan kemanusiaan utama melalui pelabuhan Hodeida akan tetap terbuka," ujarnya, Rabu, (3/5).
Para aktivis di lapangan memperingatkan kalau bantuan dicegah sampai ke tangan warga yang membutuhkan. Sekjen PBB António Guterres memperingatkan, Yaman menghadapi tragedi dengan proporsi sangat besar. Banyak anak balita yang meninggal rata-rata setiap 10 menit. Padahal seharusnya bisa dicegah.
Pada sebuah konferensi di Jenewa pekan lalu, pemerintah dan donor internasional menjanjikan dana sebesar 1,1 miliar dolar AS. Nilai tersebut setengah dari jumlah yang dibutuhkan organisasi tersebut untuk mencegah kelaparan di Yaman.
Namun pejabat PBB mengatakan bahwa janji tersebut harus segera diajukan untuk mendapatkan uang tunai jika mereka terus memberi makan tujuh juta orang yang berada di ambang kelaparan.