REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar wisata halal terbilang potensial. Bila ingin memulai, biro perjalanan wisata (travel) bisa mulai dengan memenuhi kebutuhan dasar wisatawan Muslim yang dibawa.
Ketua Indonesia Islamic Travel Communication Forum (ITCF), Priyadi Abadi menjelaskan, landasan utama wisata halal adalah makanan halal dan pemenuhan kewajiban shalat. Sebagai pelaku, konsep wisata halal ini pun sama. Hal itu bisa jadi fokus awal travel memulai.
Faktor pendukung ke arah sana memang sertifikat halal. Namun, masyarakat Indonesia merasa halal adalah hal biasa dan merasa belum perlu sertifikasi halal.
''Wisata halal penting sertifikasi karena sertifikatnya bukan untuk kita, tapi wisatawan. Ini bukan Arabisasi, tapi kebutuhan itu ada,'' ungkap Priyadi dalam diskusi Rembuk Republik di Balairung Soesilo Soedarman Kementerian Pariwisata, Kamis (4/5).
Negara tetangga sudah melakukan itu. Taiwan bahkan pernah mengundang 40 travel Indonesia termasuk untuk menunjukkan kesiapan Taiwan menyambut wisatawan Muslim. ''Meski belum halal, tapi sudah ramah Muslim. Di mal atau tempat umum, tidak ada mushala tapi sediakan area untuk shalat,'' kata Priyadi.
Lembaga sertif halal Taiwan tidak main-main. Kalau langgar akan denda besar. Belum lagi Thailand, Korsel, dan Jepang yang melihat Indonesia sebagai pasar luar biasa. Priyadi sendiri mulai hijrah ke bisnis wisata Muslim pada 2009 setelah menjalankan biro haji dan umrah. Ia melihat peluangnya besar sehingga ia kemudian menjual paket umrah plus dan ke depan ingin menjual paket wisata halal domestik.
Menurutnya, cross selling bisa jadi jalan meningkatkan kedatangan wisatawan asing Muslim ke Indonesia. Dengan jaringan mitra ITCF yang baik di luar negeri, travel perlu mengemas paket siap jual ke sana.