Jumat 05 May 2017 13:26 WIB

Trump Sebut Hubungan AS dan Australia Semakin Hebat

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Donald Trump (kiri) bersama Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull saat bertemu di atas kapal USS Intrepid di Sungai Hudson, New York, Kamis, 4 Mei 2017.
Foto: AP Photo/Pablo Martinez Monsivais
Presiden AS Donald Trump (kiri) bersama Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull saat bertemu di atas kapal USS Intrepid di Sungai Hudson, New York, Kamis, 4 Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan dirinya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull. Hal ini ia ungkapkan setelah kedua pemimpin negara bertemu di New York, Kamis (4/5).

"Kami menjalin hubungan yang sangat hebat dan fantastis. Saya menyukai Australia," ujar Trump, dilansir BBC, Jumat (5/5).

Pertemuan itu menjadi yang pertama kali antara Trump dan Turnbull. Sebelumnya, pada Februari lalu ketegangan antara kedua negara terjadi setelah mereka melakukan percakapan telepon.

Dalam panggilan telepon yang hanya berlangsung selama 25 menit itu, kedua pemimpin negara membahas tentang kesepakatan pengungsi. Percakapan disebut diakhiri begitu saja oleh Turnbull yang kecewa terhadap sikap Trump.

Kesepakatan tentang pengungsi pertama kali dicapai saat AS di bawah pemerintahan mantan presiden Barack Obama. Perjanjian melibatkan 1.250 orang yang merupakan migran Australia dan saat ini ditahan di dua pulau Pasifik, Nauru dan Manus.

Mereka sebelumnya dipertimbangkan untuk dapat bermukim di AS. Australia secara kontroversial telah menolak menerima para pengungsi tersebut dan hendak memastikan pemerintah AS yang dipimpin Trump tetap mempertahankan kesepakatan yang dibuat pada November 2016 lalu dan ditetapkan melalui PBB.

Namun, Trump saat itu mengatakan masih mempertimbangkan dan mempelajari dengan seksama mengenai kesepakatan pengungsi tersebut. Ia nampaknya keberatan dan mengatakan Turnbull mencari cara mengekspor pelaku teroris ke AS.

Kesepakatan itu dinilai menjadi rumit karena Trump telah mengeluarkan sebuah perintah eksekutif yang melarang orang-orang, termasuk pengungsi dari sejumlah negara mayoritas Muslim datang ke AS. Sementara itu, migran yang ada di Manus dan Nauru, Australia diketahui banyak berasal dari Iran, Irak, dan Somalia yang termasuk dalam daftar larangan.

"Saya akan mempelajari lebih dulu tentang kesepakatan 'bodoh' ini dan bertanya mengapa Obama bisa setuju mengambil ribuan imigran dari Australia?" ujar Trump melalui akun jejaring sosial Twitter miliknya saat itu.

Namun, hubungan dua negara kembali membaik setelah Turnbull mengatakan Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Trump tetap akan memenuhi kesepakatan. Sejumlah isu mengenai ekonomi, perdagangan, dan keamanan nasional, termasuk migrasi juga menjadi pembahasan utama.

Australia merupakan salah satu sekutu utama AS. Dalam kerja sama militer, kedua negara telah bekerja sama dalam mengerahkan pasukan di wilayah-wilayah konflik, diantaranya adalah Irak dan Afghanistan.

Trump dan Turnbull juga disebut mungkin membahas ketegangan AS dan Korea Utara (Korut). Kedua pemimpin negara dikatakan dapat bekerja sama kembali dalam mengatasi ancaman program nuklir negara terisolasi itu, khususnya di wilayah Semenanjung Korea.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement