Jumat 05 May 2017 15:07 WIB

Pertumbuhan Industri Manufaktur Naik 4,3 Persen

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nur Aini
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta
Foto: Antara
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian, Airlangga Hartato mengatakan pertumbuhan industri manufaktur naik 4,3 persen pada kuartal pertama 2017 ini. Pertumbuhan industri nasional salah satunya ditopang oleh laju investasi di dalam negeri yang semakin meningkat. Di samping itu, giatnya pembangunan infrastruktur turut membuat pelaku usaha untuk berekspansi di Indonesia.

“Dalam rangka menjaga momentum kenaikan ini, yang terpenting adalah iklim bisnis di Tanah Air tetap kondusif. Apalagi pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi. Beberapa sektor seperti industri otomotif, tekstil, dan olahan susu telah merealisasikan investasinya,” kata Airlangga melalui keterangan tertulisnya, Jumat (5/5).

Airlangga mengatakan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang antara lain disebabkan kenaikan produksi industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 9,59 persen, industri makanan 8,20 persen, serta industri karet, barang dari karet, dan plastik sebesar 7,80 persen. "Saya optimistis, pertumbuhan tersebut akan lebih terdongkrak lagi apabila kebijakan penurunan harga gas dan listrik bagi industri seluruhnya dapat terealisasi. Bahkan, itu bisa menambah daya saing industri nasional di kancah global,” ujar Airlangga.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi industri manufaktur besar dan sedang di kuartal I 2017 naik 4,33 persen dalam setahun. Adapun produksi industri manufaktur mikro kecil kuartal I 2017 tumbuh 6,63 persen dalam setahun.

Ia mengatakan untuk mendukung pertumbuhan industri pihaknya melakukan harmonisasi peraturan di segala lintas sektoral. Ia mengatakan hal itu penting selain dengan menjaga stabilitas harga dan pasokan bahan baku industri khususnya bahan baku yang berasal dari impor.

"Serta melaksanakan promosi dagang ke pasar non tradisional, mencari informasi kebutuhan produk dan hambatan pasar dalam rangka pengembangan pasar ekspor baru," ujar Airlangga.

Periode Januari-Maret 2017, nilai ekspor nonmigas hasil industri pengolahan naik 19,93 persen dibanding periode yang sama tahun 2016. Ekspor nonmigas Maret 2017 terbesar adalah ke Cina yaitu 1,78 miliar dolar As, disusul Amerika Serikat 1,51 miliar dolar AS, dan Jepang 1,26 miliar dolar AS, dengan kontribusi ketiganya mencapai 34,72 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar 1,46 miliar dolar AS.

Industri pengolahan mampu memberikan nilai tambah tinggi pada komoditas primer, menyediakan lapangan kerja, mendatangkan devisa dari ekspor, dan menghemat devisa ketika memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menperin memproyeksikan, industri pengolahan non-migas tumbuh di kisaran 5,2-5,5 persen dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1-5,4 persen pada 2017.

Pada 2016, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total PDB sebesar 20,51 persen, yang terdiri dari industri pengolahan non-migas sebesar 18,20 persen dan industri pengolahan batu bara dan pengilangan migas sebesar 2,31 persen. Kontribusi sektor industri termasuk seluruh jasa-jasa terkait mencapai 31,3 persen pada 2016.

“Nilai tambah yang diciptakan sektor industri tidak hanya berasal dari proses produksi, tetapi juga mencakup seluruh aktivitas jasa yang terkait sampai dengan produk tersebut sampai kepada konsumen,” ujar Airlangga.

Airlangga menambahkan, Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan positif, bahkan saat krisis finansial global. “Indonesia mencapai peringkat 10 besar negara industri di dunia,” ujarnya. Capaian tersebut berdasarkan data International Yearbook of Industrial Statistics 2016, industri manufaktur di Indonesia berkontribusi hampir seperempat bagian dari produk domestik bruto nasional.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement