REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial sedang melakukan revisi Undang-Undang No 09 Tahun 1961 yang mengatur tentang pengumpulan uang atau barang. Revisi undang-undang ini untuk mengakomodasi kemajuan teknologi dan maraknya penggalangan crowdfunding berbasis dalam jaringan (daring).
Beberapa pasal dalam UU Nomor 9 Tahun 1961 dinilai sudah tidak relevan. Utamanya, terkait hak donatur, peran serta masyarakat untuk mengawasi, sanksi pidana dan denda bagi yang melanggar dan lain-lain. Undang-undang ini juga belum mengantisipasi revolusi digital, termasuk efektivitas sosial media dalam menghimpun dana sosial dari masyarakat.
Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Hartono Laras mengatakan Kementerian Sosial sedang melakukan uji publik terhadap rancangan revisi Undang-Undang No.9 Tahun 1961. Rancangan revisi tersebut telah disiapkan sejak 2014.
"Kami sudah membentuk tim perumus untuk melakukan berbagai inventarisasi supaya undang-undang itu betul-betul bisa mengantisipasi berbagai perkembangan yang begitu cepat saat ini," kata Hartono Laras, kepada Republika, Jumat (5/5).
Hartono menuturkan pada saat Undang-Undang No 09 Tahun 1961 tersebut disusun pemerintah belum bisa memprediksi bahwa akan terjadi perubahan teknologi komunikasi yang begitu pesat di masa mendatang. Hartono ingin revisi undang-undang kali ini dapat mengantisipasi revolusi digital, khususnya terkait maraknya penggalangan dana berbasis media sosial.
Kementerian Sosial telah melibatkan berbagai tim sejak tahun 2016, baik dari pemerintah maupun nonpemerintah. Antara lain Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Oxfam, YLKI, Forum Filantropi, dan sebagainya. Menurut Hartono, ada beberapa materi yang akan direvisi, di antaranya mengenai jangka waktu pengumpulan dan cakupan geografis.
Jangka waktu pengumpulan donasi yang sebelumnya tiga bulan, diusulkan untuk diperpanjang menjadi enam bulan. Aturan skala nasional, provinsi, atau kabupaten/kota dalam UU No 09 Tahun 1961 akan ditinjau lagi. Dengan maraknya crowdfunding daring, Hartono menjelaskan cakupan wilayah penggalangan dana tidak bisa lagi dibatasi (borderless).
"Karena kalau media sosial itu kan tidak bisa kita batasi, penggalangannya mungkin di daerah tertentu tapi skalanya kan semua orang bisa mengakses. Jangankan se-provinsi, secara nasional bahkan global orang bisa mengakses dari media sosial," tutur Hartono. Hak dan kewajiban penyelenggara, hak donatur, sanksi dan lembaga pengawasan independen juga akan diatur dalam revisi undang-undang tersebut.
Setelah uji publik dilakukan, draf revisi undang-undang akan segera diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM, serta DPR RI. Hartono berjanji akan mempercepat proses pengkajian revisi UU No 09 Tahun 1961. Ditargetkan, uji publik dan hasil rancangan revisi dari tim perumus Kementerian Sosial sudah selesai pada Oktober, untuk kemudian diserahkan ke DPR RI.