REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pengurus Besar Nahdatul Wathan (PBNW) mempelopori gagasan untuk merekatkan anak bangsa, memperkuat NKRI, dan kebersamaan membangun bangsa melalui "Sekolah Perjumpaan".
Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi mengatakan, sekolah perjumpaan diartikan sebagai gerakan yang berarti semua harus terlibat.
"Misalnya kemah kebangsaan, semua sekolah membuka diri untuk meramu perjumpaan. Ini adalah untuk menggali titik temu. Sedangkan hal yang berkaitan eksklusivitas yang berkaitan dengan agama itu adalah menjadi ranah masing-masing," ujar Tuan Guru Bajang tersebut dalam acara dialog kebangsaan dengan para tokoh lintas agama di Pendopo Gubernur NTB, Kota Mataram, Jumat (5/5)
Ketua Dewan Pakar PBNW Husni Muadz, menjelaskan Sekolah Perjumpaan pada dasarnya memperkuat sarana sebagai titik temu relasi sosial.
"Kita hidup di NTB biasanya berkelompok kelompok. Ada yang berkelompok menurut keyakinan, suku, asal daerah, keturunan dan lain sebagainya," katanya.
Demikian juga pergaulan di sekolah-sekolah, bahkan di tiap-tiap kelas, anak-anak seringkali bergaul dengan membuat kelompok-kelompok yang ekslusif. Misalnya, berdasarkan sesama orang kaya, sesama agama, sesama suku, dan perbedaan-perbedaan lainnya.
Husni menuturkan, pengelompokan tersebut terjadi lantaran adanya perbedaan. Namun, kata Husni, diantara perbedaan itu, sesungguhnya terdapat kesamaan yang menjadi titik temu kemanusiaan.
"Perjumpaan itu sesungguhnya untuk merawat titik temu atau kesamaan. Manusia dalam persepektif kedalaman memiliki nilai-nilai moral kemanusiaan," lanjut Husni.
Kepala Badan Kesbangpoldagri NTB Lalu Syafii menyampaikan bentuk konkrit sekolah perjumpaan tersebut adalah kemah kebangsaan. Di kemah ini para pelajar dan pemuda dari berbagai kultur dikumpulkan dalam suatu kemah bersama, melakukan kegiatan dan berkomunikasi, membicarakan berbagai kegiatan positif.
"Hal ini akan membangkitkan saling pengertian dan semangat persaudaan," ucap Syafii.