REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Police Watch (IPW) menyoroti tindakan penembakan misterius yang kerap terjadi di Ibu Kota yang jarang terungkap oleh pihak kepolisian. Kasus paling mutakhir adalah kasus penembakan misterius pada jendela rumah Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini.
Menanggapi kasus tersebut, Ketua Presidium IPW Neta S. Pane menilai polisi seringkali kesulitan untuk menangkap pelaku penembakan misterius yang terjadi berulang-ulang itu. Selain rumah Jazuli, Neta mencontohkan kasus penembakan misterius terhadap Gedung DPR, Kantor Gojek, Kantor ESDM dan halte busway.
"Hampir semua tidak terungkap siapa pelaku dan apa motifnya," kata Neta, Jumat (5/5) siang.
Menurut Neta, hal ini disebabkan karena kasus penembakan tersebut umumnya dilakukan oleh orang iseng. Aksinya pun menurut Neta dilakukan secara individu. Sedangkan, umumnya senjata yang digunakan menurut Neta adalah senapan angin.
"Biasanya kejahatan yg dilakukan individu dan bersifat iseng akan sulit diungkap oleh polisi," kata pria asal Medan itu.
Neta menyayangkan aksi penembakan yang terjadi berulang itu. Neta melihat aksi penembakan itu kerap menjadi tren yang diikuti pihak lain. Artinya menurut Neta jika terjadi penembakan misterius, maka kasus penembakan yg lain akan menyusul muncul lagi.
Sementara polisi terus mengalami kesulitan untuk mengungkapnya. Hal ini menurut Neta karena kemungkinan pelaku pertama sudah menghentikan aksi penembakan isengnya. Sedangkan aksi selanjutnya justru dilakukan orang yang berbeda sehingga sulit diikuti jejaknya oleh polisi.
Lalu menurut Neta satu-satunya cara yang bisa mengungkap kasus seperti ini adalah dengan melakukan tangkap tangan terhadap pelaku. Untuk itu, Neta menekankan pentingnya keberadaan CCTV di tempat tertentu. Hal ini karena CCTV dapat memberi info signifikan dlam membantu polisi mengungkap wajah pelaku. "Tanpa itu akan sulit bagi polisi untuk mengungkap dan menangkap pelaku penembakan misterius," ujar Neta.
Neta menambahkan, bukan hanya kasus penembakan misterius, CCTV juga penting untuk kasus lainnya. Misalnya kasus penyiraman air keras pada penyidik KPK Novel Baswedan. Menurut Neta, Tidak adanya saksi mata atau CCTV yang jelas dalam merekam dan menampilkan wajah pelaku membuat polisi harus bekerja keras dalam mengungkap kasus itu. "Tentunya tak akan mudah bagi polisi untuk menangkap pelakunya," ujarnya.