REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius menyebutkan sekarang ini pembaiatan gerakan radikalisme bisa dilakukan secara dalam jaringan (daring). "Perkembangan teknologi informasi yang membuat seperti sekarang ini. Dulu, tidak ada. Pembaiatan saja secara fisik, namun sekarang bisa secara online," katanya di Semarang, Sabtu (6/5).
Hal tersebut diungkapkannya usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Negeri Semarang (Unnes), bersamaan pula dengan deklarasi semangat bela negara, antinarkoba, dan antiradikalisme. Dengan kemudahan teknologi informasi, kata jenderal berbintang tiga itu, sudah banyak kasus pembaiatan secara daring yang terjadi dan memudahkan masuknya paham serta gerakan radikalisme.
"Siapa yang bisa membatasi transformasi informasi? Teknologi informasi bisa masuk ke ruang publik, ruang keluarga, tanpa ada batasan. Termasuk ruang mahasiswa. Ini yang harus diwaspadai," katanya.
Oleh karena itu, Suhardi meminta adanya kepedulian dari rektor, dekan, dan dosen di perguruan tinggi untuk peka dalam melihat dinamika di kampusnya, demi mencegah masuknya paham dan gerakan radikalisme.
Di setiap kampus, kata dia, memiliki pembantu rektor bidang kemahasiswaan yang bertanggung jawab mengawasi dan mencermati setiap perkembangan dinamika yang terjadi di kalangan mahasiswanya. Namun, ia mengingatkan pengawasan tidak hanya sebatas di dalam lingkup kampus, melainkan juga di kawasan kampus yang banyak terdapat asrama atau indekost mahasiswa yang berkuliah.
"Bukan hanya di dalam kampus. Sekeliling kampus juga menjadi bagian dari kampus, pasti di sekitar kampus ada asrama, tempat kos, dan sebagainya, termasuk tempat ibadah," katanya.
Jangan sampai, kata dia, lingkungan di sekitar kampus disusupi atau bahkan dikuasai orang-orang tidak bertanggung jawab yang menebarkan kebencian, seperti paham dan gerakan radikalisme. "Termasuk kepedulian dari sesama teman mahasiswa. Kalau melihat temannya, misalnya sudah mulai memisahkan diri, membuat kelompok ekseklusif, segera dilaporkan," katanya.
Dia menjelaskan untuk membuat orang menjadi bagian dari kelompok radikal diperlukan waktu yang cukup lama, tidak hanya 1-2 hari. Melainkan bisa terhitung berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
"Untuk menjadi kelompok radikal perlu waktu yang cukup lama. Tidak hanya sehari dua hari, namun bisa bulan, bisa tahun. Dengan ini, cikal bakalnya bisa dideteksi," kata Suhardi.