REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka Miryam S Haryani mengajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 21 April lalu. Sidang praperadilan perdana dijadwalkan digelar pada Senin (8/5).
Sidang praperdilan perdana ini tidak akan dihadiri oleh Miryam. Menurut penasihat hukumnya, Mita Mulia, Miryam tidak bisa hadir.
"Sebagai kuasa hukum, kita mencoba untuk ketemu (Miryam), kita tidak bisa ketemu karena kata KPK persoalannya prosedur surat," kata Mita di PN Jakarta Selatan, Senin (8/5).
Menurut Mita, pengajuan gugatan ini dilayangkan kepada PN Jakarta Selatan sejak 21 April 2017 lalu. Miryam mengajukan gugatan ini karena keberatan atas status tersangka yang dijatuhkan oleh KPK.
Menurut Mita, secara garis besar hukum status tersangka yang disandang Miryam adalah tidak sah. Hal ini karena Miryam ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Dengan pasal tersebut menurutnya yang berwenang menentukan status tersangka adalah majelis hakim. Sedangkan dalam hal ini, dikatakannya, majelis halim menolak. "Hakim menolak kok malah jadi tersangka," ungkap Mita.
Sidang praperdilan rencananya digelar pada pukul 09.00 WIB. Namun hingga pukul 10.15 WIB sidang gugatan ini belum juga dimulai. Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan sidang terlambat karena sedang ada rapat evaluasi hakim di PN Jakarta Selatan. "Tadi kami rapat evaluasi dulu," kata Made.
Sidang Praperdilan Miryam, kata Made, akan segera digelar di ruang sidang utama. Adapun hakim yang akan memimpin sidang yakni Asiadi Sembiring.
Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menetapkan Miryam sebagai tersangka lantaran diduga memberikan keterangan palsu dalam pengungkapan kasus korupsi KTP elektronik. Miryam disangkakan pasal 22 jo pasal 35 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.