REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri minuman ringan masih membutuhkan investasi dari dalam maupun luar negeri. Potensi sektor ini masih menjanjikan dengan pertumbuhan populasi masyarakat yang akan menjadi konsumen untuk minuman ringan.
Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Pridjosoesilo mengatakan, situasi perekonomian dan masyarakat saat ini memang belum menguntungkan bagi pelaku industri minuman ringan. Pergerakan angka pertumbuhan volume jual produk ini menurun setiap tahunnya.
Bahkan pada kuartal I 2017, pertumbuhan industri ini mengalami penurunan hingga negatif empat persen secara year on year (yoy). Meski demikian, industri ini akan kembali terangkat jika pelaku usaha dan pemerintah bersama mendorong meningkatnya konsumsi masyarakat.
"25 persen masyarakat Indonesia berusia produktif, ini menyediakan potensi pertumbuhan pasar konsumsi yang mejanjikan tidak hanya di kelas menengah, tapi juga masyarakat menengah ke bawah," ujar Triyono dalam diskusi Outlook Industry 2017, Senin (8/5).
Triyono menjelaskan, jumlah masyarakat yang menkonsumsi minuman ringan masih sangat sedikit belum sampai sebagian masyarakat produkktif sering meminum minuman ringan. Potensi ini lah yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh para investor dengan melihat jumlah masyarakat Indonesia yang akan semakin meningkat pada beberapa tahun ke depan.
Berdasarkan data yang diperoleh Asrim dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi di sektor industri makanan dan minuman, termasuk minuman ringan saji di dalamnya, masih menjadi salah satu penyumbang investasi yang signifikan.
Data realisasi kuartal I 2017 investasi di sektor ini mencapai RP 18,5 triliun. Dari jumlah tersebut, investor dalam negeri masih mendominasi dibandingkan dengan investor luar negeri atau investor baru.
Menurut Triyono, selain melihat potensi pertumbuhan penyerapan produk minuman ringan oleh masyarakat saat ini yang cenderung menurun, para investor juga masih menanti langkah pemerintah untuk menentukan kebijakan yang berkaita dengan sektor ini. Dua wacana kebijakan penerapan cukai untuk penggunaan plastik dan cukai minuman berpemanis dirasa akan merugikan industri minuman ringan.
Hampir seluruh minuman ringan saat ini menggunakan bahan plastik sebagai wadah minuman. Jika kebijakan cukai plastik digulirkan, maka produsen harus menaikan harga minuman. Hal tersebut jelas akan menurunkan pasar minuman ringan karena harga jula yang harus dinaikan.
Belum lagi cukai untuk minuman berpemanis, kebijakan yang dibuat karena minuman dianggap berbahay bagi kesehatan dianggap kurang bijak. Obesitas atau diabetes yang disebut karena konsumis minuman ringan disebut tidak tepat.
"Kami berharap pemerintah bisa mencari solusi yang tepat dan efektif yang berdampak juga ada pertumbuhan industri makanan dan minuman," ujar Triyono.
Di luar kedua wacana cukai, beberapa kebijakan yang menjadi perhatian serius para pelaku industri ringan diantaranya, rancangan undang-undang (RUU) Sumber Daya Air yang mengatur pemanfaatan air hanya untuk BUMN dan BUMD, serta RUU Kewajiban Sertifikasi Halal.