REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat rawan bencana. Indikatornya, frekuensi dan intensitas bencana dari tahun ke tahun meningkat. Pada 2016, Indonesia mengalami kejadian bencana sebanyak 2384 kali, 521 orang tewas, serta 3 juta orang lainnya terdampak, menderita, dan mengungsi.
Ada jutaan orang tinggal di daerah rawan bencana yang setiap saat dapat terancam kehilangan nyawa. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Willem Rampangilei, membeberkan mulai awal Januari 2017 sampai dengan April 2017 sudah terjadi lebih dari 1080 bencana, 166 orang meninggal atau hilang, serta hampir 1 juta orang menderita dan mengungsi.
Willem menyatakan konsep penanggulangan dan pengurangan risiko bencana harus berbasis pada individu atau masyarakat. Penanggulangan bencana tidak akan efektif bila hanya dibebankan oleh pemerintah. Belajar dari berbagai bencana alam yang pernah terjadi, peran masyarakat justru sangat menonjol dalam upaya penanggulangan bencana.
"Jepang mengadakan riset, bahwa seseorang terselamatkan dari ancaman bencana karena kapasitas individunya. 35 persen orang selamat dari bencana karena individunya memiliki kapasitas. 32 persen (berkat) keluarga, dan 20 sekian persen (berkat) orang sekitar," ujar Willem, dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan ke-4 di UI Depok, Senin (8/5).
Willem menyatakan, para akademisi dan peneliti perlu ikut berperan serta lewat hasil-hasil risetnya untuk menurunkan indeks risiko kebencanaan nasional. Dalam RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan ada 136 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki petumbuhan ekonomi signifikan, tapi rawan terhadap bencana. Risiko ini ditargetkan dapat turun 30 persen pada akhir tahun 2019.
Sejauh ini, bencana hidrometeorologi masih menduduki peringkat wahid di Indonesia. Pertemuan Ilmiah Riset Kebencanaan ke-4 yang berlangsung di Universitas Indonesia (UI) ini diharapkan Willem dapat membantu menurunkan indeks risiko kebencanaan melalui hasil riset. Kepala BNPB menilai implementasi hasil-hasil riset kebencanaan masih kurang.
Padahal, investasi dalam pengurangan risiko kebencanaan sebesar 1 dolar bisa menyelamatkan lebih dari 7 dolar, untuk Indonesia bahkan bisa lebih dari 70 dolar. Dikatakan Willem, investasi ini tidak hanya berbentuk uang, tapi juga berupa riset ilmiah. Lebih lanjut, menurutnya, perlu ada kajian tentang kontribusi investasi kebencanaan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Di sini ada tantangan sekaligus peluang, bagaimana investasi kita bisa berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam penanggulangan bencana ini kan ada banyak industri kebencanaan, yang menghasilkan peralatan-peralatan yang digunakan untuk upaya penanggulangan bencana," ujar Willem.