Senin 08 May 2017 19:57 WIB

Duka TKI Korban Trafficking

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal (Ilustrasi)
Foto: Antara
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Begitulah nasib yang dialami Tarsono (40 tahun), seorang warga Desa Rancahan, Kecamatan Gabuswetan, Kabupaten Indramayu. Dia merupakan satu dari 18 orang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Indramayu yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau trafficking ke Malaysia.

 

Kisah Tarsono bermula dari harapannya untuk meraih kehidupan yang layak bagi keluarganya dengan menjadi seorang TKI. Dia lantas direkrut secara perorangan oleh pasangan suami istri (pasutri) asal Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, NW dan NR.

 

Pasutri itu menjanjikan Tarsono bekerja di PT Petronas Malaysia. Janji manis yang membuatnya bermimpi bisa meraih untung.  Karena itu, dia pun menyanggupi saat dimintai sejumlah uang oleh pasutri itu untuk memuluskan keberangkatannya ke Negeri Jiran.

 

Tarsono bersama 17 orang temannya yang juga memiliki mimpi yang sama kemudian diberangkatkan ke Malaysia melalui Nunukan, Kalimantan Timur, pada September 2015. Setibanya di Malaysia, Tarsono dan teman-temannya ternyata tidak dipekerjakan ke perusahaan yang dijanjikan oleh perekrut. Mereka hanya ditempatkan di suatu tempat penampungan di daerah Bintulu, Sarawak Malaysia.

 

Setelah hampir satu bulan berada di penampungan, Tarsono dan teman-temannya ternyata  dipekerjakan di sebuah konstruksi kabel listrik (XCD Cina Man). Namun, saat baru bekerja selama tiga hari, mereka mengalani kecelakaan mobil.

 

Dalam kecelakaan itu, dua orang teman Tarsono meninggal dunia. Sedangkan Tarsono mengalami patah tulang kaki hingga menyebabkannya tak bisa berjalan hingga saat ini. Untung yang diharapkannya diperoleh di Negeri Jiran, namun justru kemalangan yang tak dapat ditolaknya.

 

Kemalangan Tarsono tak berhenti sampai di situ. Untuk mengobati kakinya, dia terpaksa harus menjual harta benda miliknya dan keluarganya, termasuk rumah dan kolam ikan. Kini, dia beserta istri dan seorang anaknya terpaksa menempati rumah kosong milik saudaranya di Desa Rancahan, Kecamatan Gabuswetan.

 

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, istri Tarsono, Kiroah, terpaksa harus bekerja serabutan. Mereka pun dibantu oleh sanak keluarga yang merasa iba dengan nasib mereka. "Saya tidak bisa bekerja karena selama dua tahun ini kaki saya belum sembuh," tutur Tarsono, kemarin.

 

Tarsono pun sangat berterima kasih saat seorang anggota DPR RI Komisi IV, Ono Surono, datang ke rumahnya dan memberinya bantuan modal usaha. Dengan bantuan itu, dia akan membuka usaha agar bisa menafkahi keluarganya.

 

"Semoga ini bisa membantu Pak Tarsono untuk membuat warung kecil-kecilan," tandas Ono, saat mengunjungi rumah Tarsono, di sela-sela masa resesnya di Kecamatan Gabuswetan,

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement