Selasa 09 May 2017 02:46 WIB

Holding BUMN Tambang Dinilai tak Cukup untuk Beli Saham Freeport

Red: Nur Aini
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai kemampuan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor tambang untuk melakukan divestasi hingga 51 persen saham PT Freeport Indonesia belum cukup.

Yustinus memaparkan, dari cadangan dan ekspektasi yang ada, nilai saham Freeport diperkirakan mencapai lebih dari Rp 200 triliun sehingga dibutuhkan saham sekitar Rp 105 triliun untuk mengambil alih 51 persen saham.

"Aset Antam, Bukit Asam, dan Timah tidak mencukupi untuk membeli. Kemampuan BUMN itu Rp 50 triliun. Mereka tidak bisa melakukan pinjaman lebih tinggi karena peminjamnya juga tidak mau," kata Yustinus dalam diskusi di Jakarta, Senin (8/5).

Ia memaparkan, divestasi melalui holding tambang harus dilihat faktor kelayakan atau feasibility saham keempat perusahaan yang tergabung dalam holding, yakni PT Inalum, PT Aneka Tambang, PT Bukit Asam, dan PT Timah. Dengan total piutang ketiga perusahaan di luar Inalum sebesar Rp 11,86 triliun, sekuritisasi perusahaan tidak akan layak mendanai pembelian 51 persen saham PTFI.

Jika didukung oleh saham bank BUMN, divestasi saham tidak boleh dilakukan karena akan melanggar aturan Bank Indonesia di mana bank tidak boleh berinvestasi di sektor lain, termasuk pertambangan. Ia menjelaskan, jika divestasi saham lainnya dilakukan melalui dana pengampunan pajak juga akan sulit direalisasikan karena dana repatriasi sebesar Rp 145 triliun tidak mungkin dialokasikan hanya untuk membeli saham Freeport.

"Dana uang tebusan sekitar Rp 135 triliun juga cukup sebenarnya, tetapi itu sudah habis untuk APBN 2016 karena kita defisit 3 persen. Dana repatriasi Rp 145 triliun. Kalau semua sepakat untuk digunakan itu mungkin, tetapi ini soal kepercayaan," kata dia.

Yustinus memandang jika holding tambang BUMN tidak mumpuni, pemerintah melalui Kementerian ESDM tidak bisa mengundang investor asing untuk melanjutkan kegiatan usaha Freeport. "Kalau mau undang investor asing lagi, isunya sama saja. Hanya ganti pemain. Seolah kita punya pikiran lebih baik ganti orang daripada meneruskan investor yang sama," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement