Selasa 09 May 2017 09:47 WIB

ACTA: Ada Empat Bukti untuk Hakim Vonis Maksimal Ahok

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Foto: Republika/Yasin Habibi
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Kris Ibnu T Wahyudi mengaku khawatir jika tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan berlanjut dengan vonis bebas oleh majelis hakim. Menurutnya ada empat hal yang menjadi bukti kuat untuk hakim memvonis Ahok dengan maksimal.

“Saya mencatat setidaknya ada empat hal yang bisa dijadikan majelis hakim untuk memvonis Ahok dengan hukuman maksimal dan dengan pasal penodaan agama yaitu 156a KUHP,” kata Kris, Selasa (9/5).

Pertama, adanya bukti beberapa versi rekaman video yang terbukti tidak direkayasa, jelas suaranya dan jelas gambarnya. Semua bukti, lanjut Kris telah diperiksa oleh ahli digital forensik Mabes Polri dan dinyatakan tidak ada pemotongan atau penyisipan.

“Dari bukti ini jelas Ahok adalah orang yang ada di dalam video tersebut dan redaksi pidatonya bisa terdengar jelas kata demi  kata dan kalaimat demi kalimat,” tambah dia.

Kedua, kesaksian warga kepulauan seribu yang mengkonfirmasi bahwa benar Ahok menyampaikan pidato kontroversial tersebut sehingga mereka yang berada di lokasi merasa tersinggung. Kesaksian ini menurut dia, mematahkan bangunan argumentasi pembelaan Ahok dan Penasehat Hukumnya yang mengklaim jika kasus ini hanya politisasi sebab warga kepulauan seribu sendiri tidak tersinggung dengan ucapan Ahok.

“Mereka berprogaganda seolah yang marah hanya para pelapor,” ucap dia.

Ketiga, pengakuan Ahok sendiri bahwa dia adalah orang yang ada dalam video tersebut dan apa yang dia ucapkan dalam video adalah benar adanya. Dalam hukum pidana, lanjut dia, pengakuan terdakwa adalah salah satu bukti penting, apalagi Ahok dalam memberikan pengakuan tersebut didampingi oleh para penasehat hukumnya serta tidak dalam keadaan tertekan sama sekali.

Keempat, adanya sikap keagamaan MUI bahwa menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam. Sebagaimana kita tahu, tambah dia, bahwa selama ini MUI selalu menjadi rujukan hakim dalam memutus kasus-kasus penodaan agama.

Dia berharap Majelis Hakim PN Jakarta Utara dapat menjadi penyelamat tegaknya hukum dan keadilan dalam kasus ini. “Jangan ragu memberikan hukuman yang setimpal agar masyarakat tahu tidak ada satu orang pun yang kebal hukum di negeri ini,” ujar dia.

“Jika benar Ahok divonis bebas, menurut saya hal tersebut bisa menjadi lonceng kematian bagi penegakan hukum dan keadilan di negri kita,” ujar Kris.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement