REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei, mengatakan dampak bencana dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2016 tercatat ada 2384 kali bencana, mengalami peningkatan dibanding tahun 2015 sebanyak 1372 kali bencana. Willem memperkirakan ada kenaikan sekitar 38 persen. Jumlah korban pun terus meningkat.
Apa yang menyebabkan terjadinya peningkatan dampak bencana?
Menurut Willem, meningkatnya dampak bencana antara lain disebabkan laju degradasi lingkungan. Berdasarkan citra satelit LAPAN diperhitungkan sekitar 750 ribu hektare sampai 1 juta hektare kerusakan lingkungan per tahun. Hal itu tidak sebanding dengan upaya pemulihannya, yang hanya berkisar 250 ribu hektare per tahun.
"Bukan berarti pemerintah tidak melakukan apa-apa. Kami sudah bekerja keras untuk memulihkan lingkungan tapi kalau tidak didukung masyarakat, pemda, dan pihak-pihak lain, tetap membuka lahan baru tanpa memperhitungkan itu, maka akan sulit. Dampak akan terus meningkat," kata Willem dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan ke-4 tahun 2017 di UI Depok, Senin (8/5).
Willem melanjutkan, peningkatan dampak bencana juga lantaran kondisi daerah aliran sungai (DAS) sudah kritis. Di Indonesia, diinventarisir ada 25,6 juta hektare daerah aliran sungai yang kritis. Kondisi sungai-sungai di Indonesia juga makin memprihatinkan. Kalau sudah terjadi hujan di hulu, air langsung mengalir ke tempat yang rendah, sementara sungai dan saluran drainase tidak berfungsi dengan baik.
Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi juga menjadi masalah serius penyebab meningkatnya dampak bencana. Menurut Willem, isu ini bukan hanya dialami Indonesia, melainkan di negara-negara lain di seluruh dunia. Pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pembangunan perkotaan, semua membutuhkan lahan. Jika tidak diimbangi tata ruang yang baik, kata Willem, ini akan menjadi masalah.
Kepala BNPB ini menuturkan, perubahan iklam juga sudah nyata-nyata memperparah dampak bencana. Jika pada masa lalu musim kemarau dan musim penghujan imbang, kini tidak dapat lagi ditebak. Musim penghujan yang dulunya 6 bulan, sekarang menjadi 4 bulan akibat pemanasan global. Cuaca ekstrim juga berpotensi menimbulkan bencana, seperti banjir bandang dan longsor yang terjadi di Garut, Jawa Barat.
Kemiskinan juga merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya dampak bencana. Willem menerangkan, warga miskin yang tidak dapat membangun tempat tinggal di lokasi aman, punya kecenderungan membangun di tempat-tempat yang tidak layak. Misalnya, di bantaran sungai. Pada saat terjadi hujan lebat, mereka rawan terdampak banjir.
Willem menambahkan, perilaku masyarakat juga belum sepenuhnya sadar lingkungan. Masih ada warga yang membuang sampah di sungai. Ditambah lagi, sebagian masyarakat belum paham merespon peringatan dini yang diberikan pemerintah saat terjadi tanda-tanda bencana.
"Kami sudah menyiapkan early warning yang bagus sampai ke tangan masyarakat, setelah sampai kepada masyarakat bagaimana agar mereka tahu cara meresponnya. Ini masalah yang sangat kompleks. Tidak mungkin hanya pemerintah saja yang menangani," ujar Willem.