REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin delegasi GNPF-MUI saat Aksi Simpatik 55, Prof Didin Hafidhuddhin, mengatakan, keputusan majelis hakim terhadap terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah tepat, meskipun belum memuaskan. Yang penting, kata dia, saat ini Ahok telah dipenjara sesuai dengan tuntutan umat.
"Jadi dua tahun ya memang kalau bicara puas tidak puas tentu tidak puas. Tapi, itulah mungkin yang paling terbaik untuk diputuskan. Yang penting Ahok penista agama ini dipenjara," ujar Didin saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (9/5).
Ia menuturkan, tuntutan penjara itulah yang selama ini diinginkan GNPF dan umat Islam sehingga tidak ada kesan pemerintah selalu melindungi Ahok. "Kan itu dua tahun dan masuk penjara, yang penting itu sebenarnya. Jangan ada kesan pemerintah ada proteksi yang luar biasa terhadap dia," katanya.
Menurut dia, sejak Aksi Simpatik 55 yang digelar pada Jumat (5/5) kemarin, GNPF juga sudah sepakat untuk menerima apa pun keputusan majelis hakim. Saat itu, kata dia, GNPF hanya berharap majelis hakim bebas dan merdeka serta tidak ada intervensi dari pemegang kekuasaan.
"Dan kita harapkan hakim itu menetapkan dengan hati nurani berdasarkan fakta-fakta persidangan," kata wakil ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Karena itu, akhirnya majelis hakim menyatakan mantan bupati Belitung Timur tersebut terbukti melanggar Pasal 156 a tentang penistaan agama. Hakim kemudian memvonis Ahok dengan dua tahun penjara.
"Kita mendengar tadi kan bagaimana hakim yakin betul bahwa Ahok ini memang telah melanggar Pasal 156 a tentang penistaan agama, terbukti itu. Di samping itu, juga Ahok tidak kelihatan merasa bersalah dan menyesal gitu," jelas Guru Besar Agama Islam IPB tersebut.