REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika ada orang yang berutang, pasti ada orang yang memberi utang (piutang). Pada edisi pekan lalu telah dibahas tentang adab berutang (Al-Qardh). Ternyata, orang yang memberikan utang pun perlu memahami dan melaksanakan adab-adab yang berkaitan dengan piutang.
Apa saja adab yang berkaitan dengan piutang?
Syekh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah, menjelaskan beberapa adab yang harus diperhatikan oleh orang yang memberi utang atau pinjaman kepada orang lain, sesuai dengan tuntunan Alquran dan hadis.
Pertama, niat yang benar dalam memberi utang.
Menurut Syekh Sayyid Nada, ketika seseorang hendak memberi utang, niatnya hanya mengharapkan pahala dari Allah semata. Nabi SAW bersabda, Barang siapa yang memberikan utang berupa uang perak sebanyak dua kali, pahalanya seperti membayar zakat sekali.” (HR Al-Baihaqi).
Pahala memberi utang itu sama dengan pahala setengah membayar zakat. Seseorang yang memberi utang itu telah berbuat baik dengan membantu saudaranya memenuhi kebutuhan, menghindarkannya dari mengemis, dan menjaga kehormatan nama baiknya,” ujar Syekh Sayyid Nada.
Kedua, bersikap baik saat menagih utang.
Syekh Sayyid Nada mengingatkan, apabila seseorang menagih utang, hendaknya dia melakukannya dengan bersikap lemah lembut dan berakhlak mulia. Janganlah membentak atau mencaci maki dalam menagih utang,” ungkapnya.
Dalam menagih utang, papar Syekh Sayyid Nada, hendaknya seseorang tidak perlu mengeluhkan utang tersebut, kecuali orang yang berutang terus-menerus mengulur-ulur waktu pembayarannya.
Nabi SAW bersabda, Allah akan memasukkan ke dalam surga orang yang murah hati ketika membeli, menjual, melunasi utang, dan meminta haknya.” (HR Ahmad dan An-Nasai). Beliau juga bersabda, Allah merahmati seorang yang murah hati ketika menjual, membeli, dan meminta haknya.” (HR Ahmad dan An-Nasai).
Ketiga, memberikan tenggat jika yang berutang belum mampu membayar tepat pada waktunya.
Apabila seseorang yang berutang belum mampu membayarnya, si pemberi utang hendaknya melonggarkan tenggat pembayarannya. Dengan begitu, tak menyusahkan pihak yang berutang. Sebaiknya pemberi utang bersabar atas hal tersebut. Dengan demikian, dia akan mendapatkan pahala yang besar,” ungkap Syekh Sayyid Nada.
Allah SWT berfirman, Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan” (QS Al-Baqarah [2}: 280). Nabi SAW bersabda, Barang siapa ingin diselamatkan Allah dari kesulitan pada hari kiamat, hendaklah dia memberikan kelonggaran kepada orang yang kesulitan (membayar utang) atau membebaskannya dari utang tersebut.” (HR Muslim).