REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim telah menjatuhkan vonis dua tahun penjara atas gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan Alquran, Selasa (9/5). Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, putusan tersebut cukup menjawab rasa keadilan publik, khususnya umat Islam.
Menurut dia, hal ini menunjukkan harapan karena sebelumnya persidangan diwarnai sikap kurang simpatik dari pihak jaksa penuntut umum (JPU). “Hakim cukup adil memberi keputusan, kami memberi apresiasi. Di tengah begitu besar tekanan dari berbagai penjuru, apalagi jaksa menuntut ringan, hakim cukup berani mengambil keputusan hukum dua tahun,” kata Haedar Nasir dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Selasa (9/5).
Dia mengakui, rentang masa dua tahun bukanlah hukuman yang maksimal untuk suatu kasus penistaan agama. Namun, dalam konteks terkini hukuman tersebut disebutnya cukup sepadan.
Karena itu, Haedar Nasir meminta segenap masyarakat, khususnya umat Islam, untuk menyudahi polemik di luar jalur hukum. “Bagi yang tidak puas, apakah yang menganggap ringan atau sebaliknya berat, tempuhlah banding. Umat Islam cukuplah tidak perlu berdemo lagi. Kerahkan energi untuk mengerjakan tugas-tugas produktif yang sangat diperlukan. Mengingat masih banyak hal tertinggal,” kata dia.
Di sisi lain, Muhammadiyah berharap kalangan yang puas akan hukuman ini tidak perlu euforia. Haedar lantas mengajak para tokoh umat untuk bersikap bijaksana, sebagaimana yang telah diteladankan Nabi Muhammad SAW.
“Tunjukkan sikap arif dan maaf sebagai wujud kemuliaan akhlak Islam (seperti) yang dicontohkan Nabi SAW.”