REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam upaya memantapkan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia, umat Islam seringkali berhadapan dengan sekelompok penantangnya. Pun demikian halnya dengan upaya yang dilakukan Rasulullah SAW saat menyiarkan dakwah Islam di Madinah.
Rongrongan dan tantangan kerap kali dilakukan kaum kafir Quraisy, kaum musyrik, orang Yahudi, maupun pasukan dari Nasrani (Byzantium). Namun, dengan penuh kesabaran dan tawakal kepada Allah, semua rintangan itu berhasil dilewati kaum Muslim dengan kegemilangan dan kemenangan.
Bahkan, di saat harus berhadapan dengan pasukan musuh, Allah pun senantiasa mengirimkan bala bantuan ‘tentara tak terlihat’ kepada kaum Muslim seperti pada Perang Badar. Itu pula yang dirasakan umat Islam saat berhadapan dengan kaum Yahudi di daerah Khaibar, yakni sebuah kawasan yang terletak sekitar 165 kilometer (100 mil) dari Madinah.
Saat itu, pasukan kaum Muslim berkekuatan sekitar 1.600 orang, sedangkan kaum Yahudi sebanyak 10 ribu orang. Sebuah kekuatan yang sangat tidak berimbang. Atas kehendak Allah, kaum Muslim berhasil mematahkan setiap serangan yang dilakukan kaum Yahudi. Bahkan, dari pihak Yahudi meninggal dunia sebanyak 93 orang, sedangkan kaum Muslimin hanya 15 orang.
Sebelum terjadi peperangan ini, kaum Yahudi melakukan hasutan kepada kaum Ghathafan dan lainnya untuk bersama-sama menyerang kaum Muslim. Kaum Yahudi menjanjikan kepada mereka balasan yang besar, berupa hasil buah-buah dan kurma Khaibar.
Sebagaimana diketahui, wilayah Khaibar terkenal sebagai daerah perkebunan yang sangat subur. Airnya juga sangat melimpah. Tak heran bila Khaibar menjadi kawasan penghasil buah-buah dan kurma yang sangat melimpah. Karena itu, Khaibar sering disebut sebagai negeri Hijaz yang subur atau negeri Hijaz yang kuat.
Pada masa Rasulullah, Khaibar mempunyai pasar bernama Pasar An-Nathah. Pasar ini dilindungi oleh Kabilah Ghathafan. Kabilah Ghathafan menganggap bahwa Khaibar termasuk wilayah kekuasaannya.
Selain itu, di wilayah ini juga banyak perkampungan Yahudi. Bisa dibilang, Khaibar merupakan perkampungan Yahudi terbesar di Jazirah Arab. Mereka adalah masyarakat yang kaya dengan hasil perkebunannya. Selain itu, mereka juga memiliki pabrik penghasil sutera yang indah, pembuat senjata, dan lainnya. Kawasan Khaibar terpusat pada tiga titik, yakni Nathat, Syaqq, dan Katibah.
Karena hasutan kaum Yahudi itu, kaum Ghathafan pun bersedia menjalin kerja sama sebagai orang bayaran untuk menyerang kaum Muslim di Madinah. Menurut Syauqi Abu Khalil dalam karyanya Athlas Al-Qur’an, perjanjian itu dilakukan di beberapa tempat, seperti Fadak, Taima’, dan Wadil Qura.
Atas hal ini, Rasul SAW pun mempersiapkan pasukannya. Kaum Muslim berjanji saling setia untuk melawan setiap kemungkaran apa pun risikonya demi tegaknya syariat Islam. Janji setia disampaikan mereka kepada Rasulullah SAW. Dan, Rasul pun menerima janji setia itu dengan bangga. Rasul memohon kepada Allah agar menyelamatkan dan membantu perjuangan kaum Muslim. Ikatan janji setiap itu dilakukan di bawah pohon di dekat wilayah Khaibar di dekat benteng yang ada di Nathat, tepatnya di benteng Na’im.
Rasul berdoa, Wahai Tuhan langit dan segala yang ada di bawahnya, Tuhan tujuh lapis bumi dan segala yang ada di atasnya, Tuhan setan-setan dan segala yang menyesatkan, serta Tuhan angin dan segala yang diterbangkannya. Sesungguhnya, kami mohon kepada-Mu kebaikan negeri ini serta kebaikan penduduk dan segala yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dan kejahatannya, kejahatan penduduk, dan kejahatan yang ada di dalamnya.”
Allah pun mengabulkan doa Rasul SAW. Sesungguhnya, Allah telah ridha terhadap orang-orang Mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon. Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka, dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang Mukmin dan agar Dia menunjukimu kepada jalan yang lurus.” (QS Al-Fath [48]: 18-20).
Itulah janji Allah. Dalam peperangan ini, umat Islam berhasil meraih kemenangan yang gemilang. Peristiwa ini terjadi pada Muharram 7 Hijriyah, sebagaimana pendapat Ath-Thabari dalam Tarikh-nya. Namun, pendapat lain menyatakan pada bulan Safar, sebagaimana diungkapkan Al-Waqidi dalam Al-Maghazi. Ibnu Saud dalam Ath-Thabaqat menyatakan pada bulan Jumadil Awal.
Sementara itu, Ibnu Khayyat menyatakan, Pergerakan pasukan kaum Muslim dimulai pada bulan Muharram, bertempur pada bulan Safar, dan kembali pada hari kesepuluh bulan Rabiul Awal.” Namun, mayoritas ulama berpendapat, penaklukan Khaibar terjadi pada bulan Muharram.