REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan, KPK telah menerima panggilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait sidang praperadilan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 8 Mei, kemarin. Sidang praperadilan kasus tersebut dijadwalkan dimulai pada 15 Mei mendatang.
Gugatan praperadilan ini dilayangkan oleh tersangka kasus dugaan korupsi BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung. "Pada permohonan praperadilan ini, pemohon mengatakan KPK tidak berwenang karena ini ranah perdata dan tidak bisa menangani kasus yang berlaku surut karena hanya berdasar pada UU 30/2002," kata dia di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5).
Menurut Febri, KPK tidak bicara soal perjanjian perdata. Fokus KPK dalam kasus BLBI, yakni adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 3,7 triliun akibat terbitnya Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dikeluarkan Syafruddin selaku mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
SKL dari Syafruddin diterbitkan untuk obligor BLBI atas nama Sjamsul Nursalim. Padahal, kata Febri, Sjamsul sendiri belum melunasi kewajibannya membayar pengembalian atas BLBI sebesar Rp 3,7 triliun.
Selain itu, kata Febri, praperadilan diajukan karena pemohon menilai bahwa Syafruddin memiliki otoritas untuk menerbitkan SKL tersebut sehingga tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran. "Kami akan pelajari, termasuk mengenai berlaku surut, ranah perdata dan pidana, dan soal pejabat publik yang punya kewenangan untuk itu tapi apakah dilaksanakan secara benar atau sewenang-wenang," kata dia.
Febri menambahkan, KPK secara formil juga akan menunjukan bukti-bukti yang dimiliki dalam sidang nanti. Sebab, KPK tentu tidak akan menaikan kasus ke tingkat penyidikan jika belum ada bukti permulaan yang cukup. Namun, bukti yang disampaikan di persidangan tidak secara rinci. "Karena itu adalah ranah pokok perkara yang seharusnya di pengadilan tipikor," kata dia.
Meski digugat ke praperadilan, penyidikan kasus BLBI akan terus berlanjut karena proses praperadilan memang tidak bisa menghentikan penyidikan. Ini sama ketika kasus dengan tersangka Miryam S. Haryani mengajukan praperadilan, tapi penyidikan tetap dilakukan.
Tim penasehat hukum yang mendampingi Syafruddin dalam praperadilan berjumlah 10 orang. Mereka adalah Dodi S. Abdulkadir, Adnan Hamid, Jonas M. Sihaloho, M. Ridwan, Hasbullah, Dave Advitama, Andreas Dony Kurniawan, Husni Az-zaki, Kadir Amudi, Arief Budiman, dan rekan lainnya.