REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buku Boundaries and Frontiers in Medieval Muslim Geography karya sejarawan Ralph W Brauer mengungkap hasil pemikiran ilmuwan muslim dijadikan acuan oleh para penguasa untuk menentukan batas wilayah. Begitu batas wilayah ditentukan, kata Ralph Brauer, pemerintah membangun sejumlah sarana di kawasan-kawasan terluar sebagai penanda wilayah kekhali fahan. Sarana itu antara lain kantor bea cukai, pos jaga, gerbang, dan benteng.
Brauer mencontohkan keberadaan kantor bea cukai yang terdapat di Aleppo utara Suriah pada era kekuasaan Dinasti Mamluk. Tugasnya kantor itu adalah memeriksa dokumen milik kabilah dagang yang datang dari seluruh penjuru negeri. Tugas lainnya adalah menarik pungutan atau yang disebut dengan mukus. Bea cukai di Aleppo ditempatkan di jalur-jalur perbatasan yang terhubung antara Suriah, Asia Jauh, Diar Bakr, Mesir, Irak, dan Persia.
Sementara itu, kantor bea cukai di Barqa (Libya) berada di Ifriqiya-Ajdabia dan di Yaman berpusat di wilayah Khamdan. Adapun di Mesir lokasinya di Asuan, Ikhmim, dan Qatia. Bea cukai juga ditempatkan di wilayah pelabuhan terluar. Sejarawan Muslim Ibnu Jubair melukiskan Pelabuhan Tripoli, kini wilayah Libya dan Alexandria, Mesir, sangat ramai dikunjungi pedagang dan pendatang asing.
Para petugas memerika kelengkapan dokumen pedagang dan pendatang itu. Khusus bagi pedagang, dikenakan pungutan sebesar 20 persen dari total nilai barang dagangan mereka. Ilmuwan dan penjelajah Muslim abad ke-11, Nasir Khusrau, mengungkapkan bahwa dia dibebaskan dari pemeriksaan di Pelabuhan Jidda. Sebab, ia menjadi tamu gubernur setempat. Ia menambahkan, pungutan tak dibebankan kepada para jamaah haji.
Bangunan benteng sebagai penanda wila yah memang banyak didirikan. Seperti yang berada di kawasan pegunungan selatan Lebanon, di Balis yang terletak 35 km dari Malatiya, juga di Tarsus. Biasanya, bentengbenteng semacam itu turut dilengkapi pos pemeriksaan dan kantor bea cukai. Keradaan benteng pertahanan terutama dimaksudkan untuk menangkal serangan dari luar dan menjamin keamanan dan stabilitas di kawasan-kawasan terluar.
Lang kah lainnya adalah membina hubungan diplomatic dengan negara lain. Hal ini terwujud melalui korespondensi, pertukaran duta, maupun hadiah. Philip Hit ti mencatat, kerja sama semacam ini per nah terjadi antara Khalifah Harun al-Ra syid dan Charlemagne dari Barat pada abad ke-9. Kerja sama serupa berlangsung dengan penguasa di India sehingga stabilitas di perbatasan terus terjaga. Namun, bukan berarti tak ada gejolak. Konflik kerap terjadi di ka wasan yang berbatasan dengan Bizantium.
Masalah itu telah berlangsung sejak abad ke-8. Perbatasan wilayah Islam yang membentang dari Suriah ke Armenia semakin menyusut oleh ekspansi Bizantium. Kha lifah dari Abbasiyah, al-Mahdi, mengumandangkan jihad mengatasi hal itu. Kemudian, Khalifah Harun al-Rasyid berhasil mencapai kemenangan gemilang di wilayah Bosporus.