REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara (FSKN), Sultan Sepuh Arief Natadiningrat menegaskan, FSKN mendorong kemajuan bagi pengembangan budaya di Tanah Air. Langkah ini selaras dengan akan hadirnya UU baru mengenai kemajuan kebudayaan di Tanah Air.
Sayangnya, kata dia, sampai sekarang ini nomenklatur keraton dalam kemajuan kebudayaan itu belum dimasukkan dalam UU dimaksud. Sebagai tindaklanjutnya FSKN menggelar seminar mengenai kebudayaan dengan melibatkan berbagai pihak mulai dari FSKN, perwakilan DPR RI, serta pemerintah daerah.
''Seminar ini digelar dengan semangat untuk mendorong pemerintah segera membuat peraturan pelaksana UU dalam rangka kemajuan kebudayaan, dengan mencantumkan nomenklatur kraton,'' kata
Kedua, lanjutnya, semangatnya untuk merevitalisasi keraton yang ada saat ini dalam rangka menjaga keutuhan sejarah dan jati diri bangsa Indonesia. Ketiga, banyak melakukan revitalisasi silaturahim keraton kesatuan NKRI.
Ditanya apakah semua keraton yang ada saat ini sudah mandiri? Menurut Sultan Arief, saat ini kondisinya berbeda-beda. Ada keraton yang memang sudah mandiri seperti Keraton Yogya, Paku Alam dan sebagainya. Namun, ada juga yang setengah mandiri. "Bahkan ada keraton yang memang mesti dibantu pemerinah," ujarnya.
Keraton Harus Mandiri
Ia mengatakan keraton bisa menjadi pusat budaya, ekonomi, dan juga destinasi wisata, makanya harus mandiri. Pasalnya, pengelolaan serta pemeliharaan memerlukan perhatian semua pihak khususnya pemerintah. Sehingga pengembangan keraton sebagai destinasi budaya sejarah religius, pendidikan, dan lain sebagianya bisa terwujud.
"Potensi wisata budaya keraton sangat besar besar mulai dari Sumatra saampai Papua. Hampir sebagian wisatawan baik lokal maupun mancanegara semisal Eropa dan Amerika Serikan ingin melihat wisata budaya Indonesia," tuturnya.
Dia mencontohkan konten budaya yang ada di Tanah Air mulai dari batik yang sangat banyak beragam, arsitektur yang beragam, kuliner, dan kesenian. "Kita di sini punya empal gentong. Insya Allah akan mendunia seperti nasi padang," ucapnya.
Yang penting, katanya, bagaimana membuat kemasan serta bisnisnya yang baik. Karena, selera wisatwan dunia pada umumnya menyukai masakan Indonesia. "Beberapa pengusaha (makanan dan minuman) inginnya yang instan saja, padahal itu jelas-jelas produk luar, lupa nasionalisme," ujarnya. (Baca: Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara akan gelar musyawarah agung)