REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berbuntut panjang. Rencana pembubaran yang dilancarkan pemerintah itu mendapat penolakan dari massa alumni Aksi Bela Islam 212. Mereka berbondong-bondong mendatangi kantor Komisi Nasional HAM pada Jumat (12/5) siang untuk menyampaikan aduan terkait pembubaran HTI.
Ketua Presidium Alumni Aksi Bela Islam 212, Ansufri Idrus Sambo menyatakan, upaya pembubaran HTI justru merupakan pelanggaran atas hak-hak berorganisasi. Seharusnya, lanjut dia, pemerintah tidak mencabut hak tersebut dengan melancarkan ancaman pembubaran HTI.
"Hak-hak organisasinya sudah dilanggar. Dan, pemerintah sudah melakukan ancaman pembubaran. Jadi, kita datang kemari bahwa ada korban baru. Komnas HAM, kami minta agar mengkaji fakta ini seperti apa," tutur dia di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (12/5).
Apalagi, Ansufri mengatakan, HTI telah menjadi bagian dari Aksi Bela Islam 212 yang saat itu turut serta dalam aksi. Sehingga, menurut dia, HTI perlu mendapat perlindungan agar tetap memiliki haknya berorganisasi dan berpendapat.
"HTI itu salah satu pendukung di Aksi Bela Islam 212. Siapapun alumni atau rakyat yang ikut aksi 212, kita akan perjuangkan hak-hak mereka," ujar dia.
Ansufri mengungkapkan, pembubaran HTI itu termasuk pelanggaran HAM. Pembubaran tersebut merupakan ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan hak berorganisasi. Terlebih, ungkap dia, yang berhak membubarkan ormas adalah pengadilan.
"Yang berhak bubarin itu pengadilan. Jadi, (pembubaran) itu adalah ancaman terhadap kebebasan berpendapat. Itu kita masukan sebagai korban baru kepada Komnas HAM," ujar dia.
Seperti diketahui, pembubaran HTI tengah diupayakan pemerintah melalui jalur pengadilan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan bukti-bukti terkait rencana pembubaran HTI sudah lengkap. Seluruh bukti tersebut sedang dipersiapkan Kejaksaan Agung untuk dilimpahkan ke pengadilan. Bukti itu juga yang nantinya menjadi landasan permohonan pembubaran.