Jumat 12 May 2017 20:41 WIB

Ditangkap Polisi, Ini Pengakuan Buddha Myanmar Menyerang Rohingya

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ilham
Budha Myanmar menolak Rohingya (ilustrasi).
Foto: Sakchai Lalit/AP
Budha Myanmar menolak Rohingya (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Setelah turunnya surat penangkapan terhadap tujuh Buddha nasionalis Myanmar karena tindakan kekerasannya terhadap Muslim Rohingya, pihaknya mengadakan konferensi pers. Dalam konferensi pers yang diadakan di City Star Hotel, Yangon, mereka mengaku tindakan terhadap Rohingya hanya untuk menegakkan hukum.

Sebelum berita tentang surat perintah penangkapan tersebut diumumkan, Thu Sitta, Pyin Nyar Wuntha, Tin Htut Zaw, termasuk sekelompok Buddha nasionalis berjanji untuk berhenti melakukan aksi kekerasan. Namun, hanya jika pemerintah setuju untuk memberlakukan undang-undang terkait. Aksi kekerasan itu mereka sebut sebagai tindakan sebagai warga negara.

Tokoh nasionalis Buddha terkemuka, U Parmaukha bersama beberapa rekannya membahas kejadian di Mingalar Taung Yunt dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (11/5), malam, waktu setempat. Ia mengklaim para Biksu dan nasionalis melakukan tindakan tersebut karena polisi sudah bekerja sama dengan para 'gangster.'

"Jika polisi, petugas hukum, hakim dan petugas imigrasi sudah berjanji akan bekerja sesuai hukum dan tidak korupsi, maka kami berjanji tidak akan pergi ke kantor polisi dan pengadilan nantinya, bukan?" kata Parmaukha terhadap para pendukungnya saat konferensi pers, menurut Frontier Myanmar, Jumat (12/5).

Para pendukungnya, yang merupakan anggota Serikat Monarki Patriotik Myanmar (PMMU), merespons kata Parmaukha. "Kami berani berjanji."

Dari para pendukung yang hadir, dilaporkan banyak di antaranya yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut. Di mana pekan sebelumnya mereka juga mendesak pihak berwenang untuk menutup empat sekolah Islam.

Sementara, Sekretaris PMMU U Thu Sitra menyebutkan, organisasi tersebut menerima setidaknya satu keluhan setiap harinya karena polisi dan sistem hukum Myanmar sudah tidak bisa diandalkan.

Mengenai serangan di Mingalar Taung Nyunt, para aktivis mengatakan, dalam konferensi pers tersebut bahwa pihaknya telah menerima informasi akurat tentang Muslim Bengali, atau kebanyakan mengenalnya sebagai Muslim Rohingya, telah tinggal secara ilegal di kawasan itu. Serangan tersebut, kata mereka, terjadi karena polisi tidak segera mengambil tindakan.

Aksi kekerasan itu sudah menjadi perdebatan banyak pihak, termasuk anggota parlemen, pegawai pemerintah, dan beberapa masyarakat. Bahwa tindakan kaum nasionalis tersebut dapat memicu kerusuhan.

Serangan oleh kaum Buddha nasionalis itu dilancarkan pada Kamis (11/5), dini hari, di kota Mingalar Taung Nyunt. Akibat serangan terhadap Muslim Rohingya tersebut, satu orang dilaporkan terluka. Untuk membubarkannya, polisi harus menembakkan beberapa tembakan peringatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement