Sabtu 13 May 2017 02:19 WIB

Kasus Ahok Disorot Dunia, Komnas HAM: Ini Ujian Membela Kedaulatan Hukum

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama berbincang dengan kuasa hukumnya usai mendengarkan vonis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5). Dalam sidang tersebut, Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara
Foto: Raisan Al Farisi/Republika
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama berbincang dengan kuasa hukumnya usai mendengarkan vonis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5). Dalam sidang tersebut, Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, mengatakan sorotan dunia terhadap vonis kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi ujian bagi pemerintahan Indonesia yang telah bertanggung jawab membela kedaulatan hukum nasional.

Maneger memaparkan tidak ada yang salah atas putusan kasus Ahok. Penghukuman terhadap pelaku penodaan agama harus dipahami sebagai bagian dari ikhtiar untuk memastikan terbangunnya kohesi sosial demi ketahanan nasional.

"Perilaku penistaan agama oleh siapapun dan terhadap agama apapun telah nyata-nyata melanggar perasaan beragama (religious feeling) rakyat Indonesia, pada akhirnya menimbulkan ekses yang sangat serius terhadap keguyuban sosial di Tanah Air," ungkap Meneger melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/5).

Meneger menjelaskan "Ketuhanan yang Mahaesa" merupakan inti Pancasila dan menjiwai sila-sila lainnya, termasuk sila kedua yang berisi tentang hak azazi manusia yang adil dan beradab. Ia mengakui Indonesia memang bukan negara agama. "Tetapi masyarakatnya adalah masyarakat beragama," jelas dia,

Dalam konteks kepentingan kedaulatan hukum nasional, Meneger menegaskan presiden sebagai pemimpin tertinggi dalam sistem presidensial harus mengambil tanggung jawab melawan intervensi asing terhadap kedaulatan hukum nasional.

Pemerintah dapat menempuh jalur diplomasi untuk menjelaskan kepada asing dan pihak dalam negeri yang masih 'ngotot' ingin menghapus UU Larangan Penodaan Agama. "Sampaikan ulang kepada mereka bahwa Mahkamah Konstitusi telah menolak permohonan pembatalan UU Nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang Larangan Penodaan Agama yang diajukan sejumlah LSM karena UU itu tidak bertentangan dengan HAM dalam UUD 1945," ungkap Meneger.

Meneger mengatakan semua pihak harus menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Tak terkecuali Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara PBB (OHCHR), Amnesty International, Uni Eropa, pejabat perwakilan asing di Indonesia, pejabat negara Indonesia atau siapa pun yang menentang vonis hakim terhadap Ahok yang terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan penistaan agama.

Meneger memandang penistaan agama telah menjadi pemantik disharmoni sosial paling potensial di Indonesia. Menghadapi realitas itu, Indonesia wajib memberi perhatian maksimal. "Salah satu bentuknya, di samping memaksimalkan edukasi publik, adalah memberikan hukuman berat bagi penista agama."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement