Sabtu 13 May 2017 16:21 WIB

Pengamat: Pelarangan Cantrang Bisa Jadi Bom Waktu Bagi Jokowi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Seorang nelayan memperbaiki jaring cantrang (ilustrasi)
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Seorang nelayan memperbaiki jaring cantrang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kemaritiman dari Nasional Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai, pemerintah dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebaiknya mencabut Peraturan Menteri KKP Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrang.

Hal ini karena sejak resmi diberlakukan pada 1 Januari 2017 gelombang protes dari para nelayan terus terjadi, sementara nelayan tidak diberikan solusi terkait penggantian alat cantrang. Akibatnya Presiden Joko Widodo sampai turun tangan untuk menunda pemberlakuan larangan cantrang hingga akhir 2017.

"Kalau bisa dicabut ya cabut saja, jangan tarik ulur, didemo dulu dikaji ulang, enggak didemo enggak dikaji. Jangan kebijakan itu ditentukan karena demo," kata Siswanto dalam diskusi bertajuk "Kepastian Alat Tangkap Nelayan" di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (13/5).

Siswanto pun mengkritisi sikap Menteri KKP yang dinilainya tidak melakukan kajian mendalam dalam mengeluarkan kebijakan pelarangan cantrang. Sehingga dalam penerapan peraturannya banyak menimbulkan kerancuan.

Ia mencontohkan, Menteri Susi mengatakan larangan penggunaan cantrang tidak berlaku bagi kapal kategori kecil. Namun tidak ada peraturan tertulis berkaitan dengan hal tersebut dalam Permen KKP tersebut.

"Cantrang dipakai seluruh kapal, 10GT, 30GT, oke dipakai semua. Masalahnya yang kecil kan juga dilarang, mau berapa pun besar tipe kapal tetap kena, bukan terbatas. Orang taunya dikenakan ke semua kapa. Ini menunjukkan kebijakan ini tak dirancang dengan baik, ia menyasar ke seluruh tipe kapal," kata Direktur Namarin tersebut.

Siswanto juga menyoroti turun tangannya Presiden Joko Widodo terkait penundaan pemberlakuan larangan cantrang, yang ia sebut bahwa isu tersebut menjadi perhatian utama Presiden.

Hal ini karena kegagalan Menteri KKP Susi mendengar suara masyarakat nelayan, dinilainya bisa menjadi catatan buruk bagi Pemerintahan Jokowi. Tentu kata Siswanto, akan merugikan Presiden Jokowi jika hendak kembali maju dalam Pemilu 2019. Apalagi jika isu ini tidak bisa dikelola dan diselesaikan oleh Pemerintah. Menurutnya, bisa menjadi batu sandungan bagi Pemerintah.

"Nelayan salah satu elemen masyarakat yang jumlahnya banyak, sama seperti petani, jadi jika mereka tidak terurus dengan baik akan menjadi bom waktu bagi siapa saja yang maju jadi presiden ke depan karena jumlahnya signifikan," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement