REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para ahli dari pusat penelitian keamanan Inggris MalwareTech memperingatkan kemungkinan besar serangan siber global dapat kembali terjadi. Bahkan, hal itu mungkin berlangsung dalam waktu dekat, yaitu Senin (15/5).
Serangan siber global terjadi pada Jumat (12/5) lalu dan menargetkan setidaknya 125 ribu sistem komputer di hampir 100 negara, diantaranya Inggris, Rusia, Spanyol, Ukraina, dan Taiwan. Peretas disebut menggunakan virus yang mempengaruhi file pengguna di banyak tempat seperti rumah sakit, sekolah, universitas, dan berbagai institusi lainnya.
Penyerang mencoba meretas data untuk kemudian mendapat uang tebusan sebanyak 300 hingga 600 dolar AS. Jika dibayarkan, maka pelaku akan membuka kembali akses file untuk pengguna.
Hingga saat ini, diperkirakan banyak perusahaan maupun instansi yang tak menyadari serangan tersebut. MalwareTech menjadi salah satu lembaga yang mencoba melacak penyebaran virus, khususnya di Inggris dalam serangan teror itu dan mencoba menghentikannya.
"Sangat penting agar semua orang melindungi sistem komputer mereka saat ini. Meski yang terjadi kini berhasil dipulihkan, nanti pasti ada yang berikutnya dan mungkin jauh lebih sulit ditangani," begitu keterangan dari MalwareTech dilansir BBC, Ahad (14/5).
Sebelumnya, sejumlah ahli mengatakan ada tiga akun terkait dengan serangan siber global tersebut. Dari sana, terlihat bahwa para hacker yang menjadi pelaku nampaknya mendapat bayaran dalam jumlah besar, yaitu hingga sekitar 300 juta rupiah.
Hacker diyakini oleh para ahli dapat meningkatkan jenis virus untuk melakukan serangan siber berikutnya. Tidak ada yang dapat dilakukan, kecuali dengan melakukan pengamanan ganda pada masing-masing sistem komputer.