REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia, Usman Hamid, mengatakan kinerja kepolisian dalam mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, sangat menentukan wibawa aparat penegak hukum. Ia sampai saat ini masih mempertanyakan kemajuan perkembangan penanganan oleh kepolisian.
"Kami mempertanyakan apa kemajuan dari kepolisian dalam mengusut kasus Novel. Kami mengapresiasi usaha kepolisian untuk melakukan olah TKP, memeriksa N dan H, hingga AL. Sayangnya, keputusan untuk melepaskan mereka itu kan justru memperlihatkan polisi kekurangan bukti," ungkap Usman kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad ( 14/5).
Dia menyayangkan keputusan pelepasan ketiga tersangka. Sebab, ada kekhawatiran bahwa polisi justru tidak maksimal dalam mencari bukti.
"Mudah-mudahan dugaan ini salah, tapi kita berharap dalam waktu dekat ada kemajuan yang signifikan dalam kasus Novel. Kasus yang menimpanya saat ini jauh lebih penting nilainya jika dibandingkan kasus kriminalisasi hukum yang menimpa Novel sebelumnya," kata Usman.
Jika sebelumnya Novel bisa dibela dengan aturan yuridis, maka saat ini penyerangan fisik yang menimpanya berpotensi menghilangkan kemampuan fungsi tubuh secara permanen. "Jika misalnya, dia tidak bisa membaca lagi, berarti dia tidak bisa lagi mempelajari berkas-berkas korupsi di KPK. Kalau itu yang terjadi berarti KPK kehilangan aset yang besar," ujarnya.
Lebih dari itu, tutur Usman, Novel saat ini dikenal luas sebagai simbol KPK. Tumpulnya pengusutan hukum atas kasus yang menimpanya berpotensi mengurangi wibawa aparat penegak hukum. "Kalau pelaku penyerangan kepada Novel saja tidak bisa ditangkap, bisa jadi ini berimbas kepada demoralisasi penegak hukum lainnya. Ini yang kami kira harus disadari oleh pimpinan Polri dan Presiden," ujarnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan terhadap pria berinisial AL (30 tahun). Hasil pemeriksaan Polda Metro Jaya memastikan AL bukanlah pelaku penyiram air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Pada Sabtu (13/5), Argo mengatakan, petugas mengamankan AL setelah Novel menunjukkan foto yang bersangkutan. Berdasarkan pengakuan AL, sehari sebelum kejadian penyiraman berlangsung, dia sedang libur dari pekerjaan. Ia saat itu dikatakan hanya menghabiskan waktu dengan menonton TV di kediamannya, di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Esok paginya, di saat insiden penyiraman terjadi yaitu Selasa (11/4) Subuh, AL mengaku masih berada di rumah. Ia baru berangkat bekerja siang hari, tepatnya pukul 12.00 WIB.