Ahad 14 May 2017 20:15 WIB

Pengamat Sarankan Pasal Penodaan Agama Digunakan Secara Selektif

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bilal Ramadhan
Penodaan agama.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Penodaan agama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyarankan pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidama (KUHP) sebaiknya digunakan secara selektif. Jika tidak bisa ditiadakan, dirinya menyarankan perbaikan pada pasal tersebut.

"Sebaiknya penegak hukum selektif dalam menerapkan pasal 156a KUHP. Jangan dilihat kepada interpretasi pasal tersebut yang sifatnya karet (tidak jelas tolok ukurnya). Kita harus melihat bagaimana tindakan yang dianggap menistakan atau menodai agama," ujar Refly kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (14/5).

Dengan penerapan secara selektif, lanjut dia, hakim atau penegak hukum sebaiknya tidak menggunakan pasal tersebut jika memang tidak menemukan bukti pelanggaran luar biasa yang diperbuat individu.

Menurutnya, penerapan pasal tersebut tidak bisa serta merta dilakukan dalam setiap kondisi. Hukum, katanya, tidak ideal jika dipengaruhi oleh masyarakat sipil (civil society). "Justru penerapan hukum seperti ini yang bisa memunculkan segregasi (pemisahan) dalam masyarakat sipil itu sendiri," ungkapnya.