REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Badan Kriminalitas Uni Eropa, Europol, memperingatkan bahwa proses penanggulangan serangan siber masih belum berakhir. Sebab, selain pelaku yang belum diketahui, penyebaran virus juga masih belum dapat diatasi sepenuhnya.
Peringatan Europol ini berkaitan dengan serangan siber global yang melanda sekitar 100 negara pada Jumat (12/5) lalu. Dalam serangan tersebut virus ransomware bernama WannaCry menyerang ratusan ribu komputer yang menjalankan sistem operasi Microsoft Windows, kemudian mengenkripsi seluruh data di dalamnya. Untuk memulihkan akses dan menjaga data agar tak lenyap, pengguna komputer harus terlebih dulu membayar uang senilai 300 hingga 500 dolar.
Kepala Europol Rob Wainwright mengatakan sejak serangan pada Jumat lalu, sedikitnya 200 ribu perangkat komputer dari 150 negara telah terinfeksi ransomware WannaCry. “Infeksi satu komputer dengan cepat menyebar ke seluruh jaringan. Itulah mengapa kita melihat angka-angka ini meningkat setiap saat,” katanya seperti dilaporkan laman BBC, Senin (15/5).
Meskipun perbaikan sementara sebelumnya berhasil memperlambat tingkat penyebaran virus, Wainwright tidak mengetahui apakah upaya tersebut akan menghentikan efek serangan siber. “Karena penyerang kini telah merilis versi terbaru dari virus tersebut,” ujarnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, juru bicara Europol Jan Op Gen Oorth mengatakan bahwa jumlah korban individual dari serangan siber kemungkinan akan bertambah banyak. Ia juga mengungkapkan bahwa terlalu dini untuk mengatakan siapa yang berada di balik serangan siber global tersebut dan apa motivasinya. “Namun, tantangan utamanya saat ini adalah seberapa cepat virus tersebut dapat menyebar,” ucapnya seperti dilaporkan laman Morning Star.
Menurut Europol, sekitar 100 ribu organisasi dari seluruh dunia telah menjadi korban serangan siber pada Jumat lalu. Mereka antara lain adalah perusahaan logistik FedEx, perusahaan telekomunikasi Spanyol Telefonica, National Health Service di Inggris, perusahaan kereta api Jerman Deutsche Bahn, hingga Kementerian Dalam Negeri Rusia.