REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron akan memulai hari pertamanya sebagai pemimpin baru negara itu dengan memilih sekaligus mengumumkan nama perdana menteri pada Senin (15/5). Penunjukan ini menjadi sangat penting karena hal itu dinilai juga dapat mempengaruhi pemilihan parlemen yang digelar pada 11 dan 18 Juni mendatang.
Setelah terpilih menjadi presiden dalam pemilu putaran kedua pada pekan lalu, Macron masih merahasiakan nama kandidat yang hendak ditunjuk sebagai Perdana Menteri Prancis. Meski demikian, pria berusia 39 tahun itu diyakini mencalonkan Edouard Phillipe yang saat ini menjadi Wali Kota Le Havre.
Philippe dikenal sebagai politikus Republikan dengan gerakan antara sayap kanan dan tengah. Macron disebut mencoba mencari tokoh-tokoh terkemuka dari oposisi konservatif dalam kabinet pemerintahannya untuk menambah kekuatannya.
Dilansir dari BBC, Senin (15/5), Macron nampaknya bersiap mendapatkan suara mayoritas dalam pemilihan parlemen. Selain itu, ia juga melakukan langkah penting untuk menerapkan kebijakan pro bisnis sesuai dengan janji kampanye yang diucapkan olehnya. Termasuk di dalam kebijakan itu adalah melonggarkan peraturan mengenai undang-undang ketenagakerjaan Prancis.
Karena itulah, pemilihan parlemen menjadi kunci agar mantan bankir investasi itu dapat menjalankan strategi dan program yang ia sebut dapat membawa kemajuan dalam bagi perekonomian Prancis. Selama ini, sejumlah masalah keuangan di negara itu menjadi hal yang hangat diperdebatkan hingga tingkat pengangguran yang tinggi.
Jika Macron tidak memenangkan mayoritas parlemen, maka ia tak akan dapat leluasa bergerak. Ia disebut hanya akan menjadi sebuah boneka yang pada akhirnya tidak dapat memberlakukan rencana untuk mengontrol birokrasi terkait bisnis, serta meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan untuk para pelaku usaha.
Macron sebelumnya telah memulai sejumlah langkah sebagai persiapan pemilihan parlemen dengan mengubah nama partai yang ia dirikan, yaitu En Marche menjadi La Republique En Marche. Ia juga membentuk kelompok-kelompok untuk menjadi kandidat anggota badan legislatif Prancis yang memuat 577 kursi.