REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Turki menahan puluhan staf Kementerian Energi dan Kementerian Pendidikan, seperti dikutip Reuters, Selasa (16/5). Mereka ditahan dalam sebuah investigasi terkait kudeta yang gagal pada Juli lalu.
Surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk 60 staf Kementerian Energi dan 25 staf Kementerian Pendidikan. Kantor berita Anadolu melaporkan, sekitar 40 orang dari staf itu telah ditahan, yang sebagian besar telah diberhentikan dari jabatan mereka.
Para staf itu diyakini telah menjadi pengguna aplikasi Bylock. Aplikasi ini merupakan aplikasi pepesanan terenkripsi, yang menurut pemerintah Turki, digunakan oleh pengikut Fethullah Gulen.
Surat perintah penangkapan tersebut dikeluarkan setelah seorang editor online dari surat kabar oposisi Cumhuriyet, Oguz Guven, ditahan atas tuduhan menyebarkan propaganda terorisme. Guven bergabung dengan selusin wartawan dari Cumhuriyet, yang tengah menghadapi hukuman 43 tahun penjara, karena dituduh mendukung jaringan Gulen.
Guven awalnya ditahan pada Jumat (12/5) karena dicurigai telah mencoba mendiskreditkan penegak hukum yang sedang menyelidiki jaringan Gulen. Turki telah menutup lebih dari 130 media, yang memicu meningkatkan kekhawatiran di kalangan sekutu Barat mengenai memburuknya hak dan kebebasan pers.
Sekitar 50 ribu orang telah ditahan secara formal dalam operasi penangkapan yang menargetkan pendukung Gulen. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang bertemu Presiden AS Donald Trump di Washington pada Selasa (16/5), juga dilaporkan akan membahas mengenai ekstradisi Gulen.
Penahanan massal pada awalnya didukung oleh banyak warga Turki. Pihak berwenang mengatakan, tindakan penahanan dapat dibenarkan mengingat banyaknya tentara pembelot yang memerintahkan pesawat tempur untuk membom parlemen dan menggunakan tank untuk membunuh 240 orang saat kudeta.
Sekitar 150 ribu orang, terutama pegawai negeri sipil, petugas keamanan, dan akademisi, juga telah diskors atau dipecat. Dalam sebuah artikel di majalah Foreign Policy, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan Gulen dan jaringannya merupakan ancaman serius terhadap keamanan nasional dan konstitusional Turki.
Namun kritik terhadap operasi penahanan itu semakin meningkat. Banyak pihak yang tetap ditahan terkait kudeta meski telah menyangkal keterlibatan mereka. "Saya takut orang-orang Turki saat ini memasuki tahap baru otoriterisme," kata Gulen dalam sebuah artikel di Washington Post yang diterbitkan bertepatan dengan kunjungan Erdogan ke Gedung Putih.