REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi menyoroti data pangan yang menurutnya kerap kali berbeda antarkementerian. Kementerian Pertanian, kata dia, memiliki data terkait produksi yang biasanya menunjukkan surplus. Sementara, data sekunder Kementerian Perdagangan kerap kali menunjukkan bahwa tingkat konsumsi meningkat dan produksi tidak cukup sehingga perlu impor.
Viva mengatakan, ketidaksesuaian data ini menjadi persoalan serius karena pemerintah membuat kebijakan terkait pangan dengan data-data tersebut. Jika datanya tidak valid, maka kebijakan yang diambil pun berpotensi salah.
Oleh karena itu, Viva menyarankan agar Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan memperbaiki pola koordinasi bersama terkait data pangan. Kementerian Pertanian, kata dia, harusnya tak hanya bertanggung jawab pada data produksi, tetapi juga data konsumsi. Hal yang sama juga berlaku untuk Kementerian Perdagangan.
"Tidak boleh disebutkan produksi itu pertanian dan konsumsi itu perdagangan. Karena supply dan demand itu berpengaruh terhadap kebijakan antarkementerian," ucap Viva, dalam sebuah forum diskusi di Hotel Grand Sahid, Selasa (16/5).
Selain itu, ia juga mengaku mendapat info bahwa 80-85 persen data yang diolah Badan Pusat Statistik adalah data sekunder yang berasal dari dinas teknis mulai dari tingkat kecamatan hingga provinsi. "Data sekunder itu menurut saya tidak akurat karena faktor politik masuk di situ. Kalau Anda seorang bupati, apakah mungkin anda menyatakan kalau volume padi menurun?" kata Viva.
Karena itu, apabila data tersebut kemudian dipakai oleh BPS, maka hasilnya menjadi kurang akurat. Ia menilai, pemerintah harusnya memperkuat BPS agar ia memiliki struktur hingga ke tingkat kecamatan. Saat ini, BPS baru ada hanya sampai tingkat kabupaten/kota.