Rabu 17 May 2017 11:38 WIB

Kunjungan Erdogan ke Washington Diwarnai Bentrokan

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kunjungan pertama Presiden Turki Recep Tayip Erdogan ke Washington diwarnai dengan bentrokan di kediaman duta besar Turki di ibu kota AS. Akibatnya sembilan orang terluka dan dua orang ditangkap terkait bentrokan tersebut. 

Juru bicara Fire and EMS DC Doug Buchanan menyebutkan dua dari korban terluka parah dan langsung dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans. Menurut dia, petugas darurat dipanggil ke kediaman dubes pada pukul 16.30 waktu setempat.

Menurut saksi mata, bentrokan tersebut terjadi saat keamanan presiden Turki menyerang pengunjuk rasa yang membawa bendera PYD Kurdi di luar kediaman dubes tersebut. Sedangkan menurut juru bicara Kepolisian Metropolitan Dustin Sternbeck, perkelahian terjadi antara dua kelompok.

Namun dia tidak menjelaskan keadaannya. Dia juga mengaku ada dua orang yaang ditangkap, termasuk satu orang yang didakwa melakukaan penyerangan terhadap petugas polisi.

Bentrokan itu terjadi pada hari yang sama saat Erdogan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. Sebelumnya Trump dan Erdogan berdiri berdampingan di Gedung Putih dan sepakat memperkuat hubungan keduaa negara. Erdogan juga sempat memperingatkan rencana Trump yang ingin mempersenjatai kelompok militan Kurdi YPG.

Erdogan datang ke Oval Office dengan keluhan tentang dukungan AS terhadap pejuang Kurdi dan klaim Ankara yang menyebutkan Washinggton telah menyembunyikan pencetus kudeta gagal Turki pada Juli tahun lalu, yakni Fethullah Gulen.

Kendati demikian, keduanya dapat menunjukkan sikap ksatria dalam perbedaan mereka. Dan berusaha memperbarui aliansi kunci antara kekuatan pemimpin NATO dan negara dengan penduduk Muslim yang besar, menjadi sebuah hubungan untuk memerangi kelompok militan di Suriah dan Irak. 

“Ini benar-benar tidak dapat diterima untuk mempertimbangkan YPG-PYD sebagai mitra di kawasan ini. Dan ini bertentangan dengan kesepakatan global yang kita capai,” kata Erdogan, menurut The Guardian. Rabu (17/5). Pernyataannya merujuk pada Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) di Suriah. 

Erdogan menambahkan, dengan cara yang sama seharusnya tidak membiarkan kelompok yang ingin mengubah struktur etnis atau agama di wilayah tersebut menggunakan terorisme sebagai dalih. Ia menunjukkan etnis Kurdi menunjukkan anti-ISIS sebagai penutup untuk separatisme nasionalis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement