REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia terus mendesak adanya pembahasan di forum-forum internasional tentang perlucutan senjata nuklir dan senjata kimia, kata Wakil Tetap RI di Wina 2012-2017 Duta Besar Rahmat Budiman.
"Ada ketidakberimbangan dalam penerapan NPT (Non-Proliferation Treaty), maka Indonesia terus mendesak pembahasan di forum internasional tentang perlucutan senjata (nuklir)," kata Dubes Rahmat Budiman di Jakarta, Rabu (17/5).
Pernyataan tersebut dia sampaikan pada acara Forum Kajian Kebijakan Luar Negeri (FKKLN) 2017 bertema "Nuklir: Ancaman dan Manfaat" di Ruang Nusantara, Kementerian Luar Negeri RI. Menurut Rahmat, Indonesia selalu berperan aktif dalam mendukung upaya penghapusan dan pelarangan senjata nuklir di tingkat regional dan global.
Dia menjelaskan posisi Indonesia terhadap isu senjata nuklir mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada bagian di mana Indonesia berkewajiban turut menciptakan ketertiban dunia. Selain itu, Indonesia juga memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran Senjata Nuklir.
Untuk itu, ujar Dubes Rahmat, posisi Indonesia terhadap isu senjata nuklir mengacu pada kedua undang-undang tersebut yang dilaksanakan melalui pendekatan tiga pilar penanganan nuklir. Ketiga pilar posisi Indonesia dalam penanganan nuklir tersebut adalah perlucutan senjata, non-proliferasi, dan penggunaan nuklir dengan maksud damai.
"Dalam penerapan tiga pilar ini, Indonesia menggarisbawahi perlunya mengimplementasi secara berkembang tiga pilar itu dilaksanakan secara transparan dan tidak diskriminatif," ujar Rahmat.
Dia menambahkan Indonesia juga terus mendorong pemberian insentif untuk negara-negara yang telah meratifikasi perjanjian pelarangan penyebaran senjata nuklir (Non-Proliferation Treaty).