REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Novita Wijaya menilai, Penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Tanah Air masih terhambat sejumlah masalah.
Menurut dia, paling tidak ada enam masalah yang menghambat penerapan Undang-Undang Desa. "Pertama, fragmentasi penafsiran Undang-Undang Desa di tingkat elite yang berimplikasi pada proses implementasi dan pencapaian mandat yang tidak utuh, bahkan mengarah pada pembelokan terhadap mandat Undang-Undang Desa," ujar Novita dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Rabu (17/5).
Bertempat di Aula Desa Kemiri, Novita menyosialisasikan Undang-Undang Desa kepada para kepala desa (kades) di Kecamatan Jeruklegi, Kesugihan, dan Wana Reja, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (16/5). Ia menambahkan, masalah kedua yang menghambat UU Desa adalah terjadi pragmatisme yang mengarah pada hilangnya kreativitas di tingkat pemerintahan desa dalam menggali sumber daya lokal di desa.
Menurut dia, dana desa yang seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Desa belum digunakan secara optimal. "Ketiga, demokratisasi di desa masih menghadapi kendala praktik administratif. Aparatur pemerintah daerah cenderung melakukan tindakan kepatuhan dari pemerintah pusat untuk mengendalikan pemerintah desa, termasuk Dana Desa,"
Masalah keempat, papar Novita, praktik pelaksanaan musyawarah desa cenderung patriarkis. Menurut dia, peran perempuan mengalami marjinalisasi ketika mereka menyampaikan usulan yang berkaitan dengan kepentingan tubuh, nalar, dan keberlangsungan hidupnya.
Kelima, lanjut dia, tata ruang kawasan pedesaan yang harus tunduk dengan tata daerah cenderung tidak sesuai dengan aspirasi desa. Pembangunan desa skala lokal terkendala dengan pola kebijakan tata ruang perdesaan yang berpola top-down. "Keenam, soal penguasaan lahan. Penguasaan rakyat atas tanah dan sumber daya alam yang belum terintegrasi sebagai basis pembangunan desa," tuturnya.