REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemahaman tak lengkap mengenai keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia membuat jarak yang besar dengan etnis lainnya. Padahal, peran mereka begitu banyak dan strategis bagi terbentuknya bangsa ini. Hal tersebut disampaikan Didi Kwartanada, ahli sejarah Tionghoa Indonesia sekaligus Direktur Yayasan Nabil dalam seminar dan bedah buku ‘Tionghoa dalam Keindonesiaan: Peran dan Kontribusi Bagi Pembangunan Bangsa’, di Convention Hall Sengkaling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa malam (16/5).
Menurut Didi, salah satu contohnya, hingga kini tak banyak yang tahu bahwa ada empat keturunan etnis Tionghoa yang menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
“Ketika Indonesia akan diproklamasikan pada masa akhir pendudukan Jepang, dalam BPUPKI ada empat orang Tionghoa yang ikut membidani lahirnya UUD 1945,” jelasnya. Keempat tokoh tersebut adalah Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw, MR Tan Eng Hoa.
Liem Koen Hian, kata Didi, selain mengusulkan warga Tionghoa otomatis menjadi warga negara Indonesia setelah merdeka, dia juga tokoh yang mengusulkan kebebasan pers. Adapun Mr. Tan Eng Hoa, merupakan tokoh pengusul pasal mengenai kebebasan berserikat. “Ada demo, aksi masa, itu awalnya sebenarnya berasal dari sini,” lanjut dia.
Selain fakta sejarah itu, masih banyak peran etnis Tionghoa lainnya dalam pembentukan bangsa Indonesia. Didi menjelaskan, berdasarkan penelitian sejarawan Dennys Lombard, ada empat budaya besar yang memiliki pengaruh mendasar terhadap kebudayaan Nusantara. Salah satunya Tionghoa. Mereka berperan dalam penciptaan teknologi yang meningkatkan kehidupan masyarakat, khususnya bidang pertanian, bahan makanan, alat dapur, teknologi kuliner, pakaian, dan teknologi pertambangan.
Di sisi lain, Wakil Rektor I UMM Syamsul Arifin, saat turut menjadi panelis mengapresiasi peluncuran buku setebal 1500 halaman (3 jilid) ini. Menurutnya, pengetahuan-pengetahuan tentang Etnis Tionghoa harus terus diproduksi, baik dari sisi sejarah, budaya, termasuk kontribusi orang Tionghoa bagi bangsa Indonesia.
“Betapapun suka atau tidak suka, etnis Tionghoa itu punya kontribusi. Dan pengetahuan semacan ini harus didiseminasikan, sehingga relasi kebangsaan ini akan menjadi rajutan yang bagus,” tandas Syamsul. Turut hadir dalam agenda tersebut segenap jajaran pengurus Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Malang Raya.