REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menghadirkan Antoniah Ratih Anjayani (51) sebagai ahli psikologi yang menjelaskan perilaku Miryam di dalam video. Sayangnya Ratih tidak tahu apakah video rekaman yang dilihatnya asli atau sudah melewati tahap editan.
Pertanyaan itu diajukan oleh pengacara Miryam dalam persidangan. Namun dijawab oleh Ratih bahwa dia hanya bermodalkan kepercayaannya kepada KPK bahwa video yang disaksikannya dan dianalisisnya bersama tim adalah asli.
"Itu adalah saya percaya pada KPK, saya percaya pada tim biro hukum yang meminta saya membantu, sehingga otentisitas video tersebut saya percaya saya yakin bahwa video yang ditunjukan (adalah) rekaman apa adanya," ungkap Ratih dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/5).
Dia juga menyatakan bahwa meskipun tidak membaca gerak gerik secara langsung dan hanya melalui video dirinya dapat menjamin bahwa penilaiannya objektif. Alasannya karena apa yang dilihat dalam video tersebut merupakan penilaian dari kesan yang didapatnya setelah melihat rekaman video pemeriksaan ditambah lagi dia juga melakukan analisis tidak seorang diri.
"Itu sebabnya mengapa saya melakukannya analisa video tidak sendirian, sehingga objektif penilaian saya sangat bisa dipertanggungjawabkan," tegas ahli psikolog yang pernah ikut andil juga dalam kasus Wayan Mirna Salihin.
Namun sekali lagi kuasa hukum Miryam menegaskan apakah Ratih hanya meyakinkan keaslian video yang dilihat berdasarkan kepercayaannya pada KPK. "Jadi tidak tahu itu asli atau tidaknya video hanya dengan modal percaya pada KPK?" tanya pengacara Miryam. "Saya berikan percaya saya pada KPK," jawab Ratih.
Ratih juga menerangkan bahwa dia dan timnya melihat video rekaman dari pukul 11.00-20.30 WIB tersebut dengan sangat cermat. Dia melihat video tersebut dari detik per detik hanya saja ketika ada pada bagian di mana Miryam sendirian agak dipercepat.
"Ketika yang bersangkutan diam saja maka video tersebut kami percepat, tapi kalau ada gerakan langsung kami putar ke detik sebelumnya, misalnya ada gerakan dia duduk bersandar ke bangku," jelas Ratih.
Untuk diketahui, KPK menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka pemberi keterangan palsu dalam kasus KTP elektronik. Miryam mengaku selama pemeriksaan kerap kali diintimidasi oleh penyidik bahkan membuat Miryam muntah-muntah.
KPK pun membantah penyataan Miryam yang diajukan dalam permohonan Praperadilan itu. Bahwa tidak ada intimidasi seperti apa yang disangkakan. Untuk membuktikan hal tersebut KPK menghadirkan saksi ahli psikologi untuk membaca rekaman video pemeriksaan Miryam. Kesimpulan ahli psikolog pun menyatakan bahwa tidak ada intimidasi seperti apa yang disangkakan selama ini.