REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Yayasan Pusat Kajian dan Dokumentasi Sumatra atau "Institut Sumatra" menggelar pameran buku-buku langka sebagai salah satu mata acara peringatan hari buku nasional yang jatuh pada setiap 17 Mei.
"Kegiatan yang mengambil tema 'Membaca Sumatera Utara' itu digelar pada 17-20 Mei 2017 di Perpustakaan Daerah Sumatra Utara," kata Ketua Institut Sumatra Jhon Fawer Siahaan di Medan, Kamis (18/5).
Ia mengatakan, Membaca Sumatera Utara merupakan sebuah kegiatan yang mencoba mengingatkan kembali kepada masyarakat di provinsi itu bahwa sebelum kemerdekaan, Sumatra memiliki masa kejayaan tentang penerbitan.
Bahkan mengawali perkumpulan penerbit adalah Kota Medan, seperti beberapa penerbit yang jaya pada masa dulunya yakni Penerbit Bin Harun, Djambatan, Monora, Madju, Hasmar, Ambilo, Indra Balige, dan masih banyak lagi bahkan sampai ratusan.
Yang menariknya, kata dia, penerbitan tempo lalu sampai pelosok desa ada, salah satu desa kecil antara Tarutung dan Sibolga yakni Desa Sitahuis yang memiliki penerbit dan percetakan. "Oeang Republik Tapanuli dicetak disana sebagai mata uang resmi di Tapanuli pada awal kemerdekaan," katanya.
Adapun beberapa acara nantinya diantaranya Pameran Buku Berkaitan dengan Sumatera Terbitan Tahun 1816-1967 dan Buku Langka diskusi "Kode-Kode Nusantara" bersama Hokky Situngkir yang merupakan ilmuwan muda dan salah satu pendiri Bandung Fe Institute serta peneliti Batik Fraktal dan Gorga.
Diskusi Menggait Medan Sebagai Kota Penerbit, Mengenang Sastrawan Sumatera, Literasi Kebencanaan dan Bincang-bincang santai dengan menghadikan beberapa pembicara yang mumpuni di bidangnya seperti Ichwan Azhari, Idris Pasaribu, Hasan Al Banna, dan lain-lain.
Dalam menyukseskan kegiatan itu, pihaknya menjalin kerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara, Lingkarfiksi, Sopo Panatapan, Mataniari, Historical Sumut, Tobaleuser, Rumah Karya Indonesia, Umbara Books, dan Simpel.