REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah menelaah dan mengkaji lagi kebijakan gross split dalam proyek migas nasional secara transparan. Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengaku banyak mendengar keluhan dari pelaku bisnis migas tentang kebijakan ini.
"Gross split ini dianggap memberikan return yang rendah kepada si investornya, ini memang harus dihitung secara cermat. Menurut saya harus ada suatu penelaahan atau kajian secara transparan," kata Hariyadi saat ditemui dalam forum IPA Convex, di Gedung JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (18/5).
Ia berharap kebijakan ini bukan sifatnya coba-coba lantaran waktu untuk berbisnis terus berjalan. Pemerintah pada hakikatnya membutuhkan investor untuk berinvestasi di tanah air.
"Jangan sampai ini sifatnya karena menjadi seperti trial and error kita kehilangan waktu untuk menarik investor yg mau melakukan eksplorasi lagi," ujarnya.
Hariyadi mengingatkan bagaimana bisnis migas sebagai salah satu tulang punggung dalam menjaga ketahanan energi. Pemerintah, menurtnya harus membuat kebijakan yang mengundang ketertarikan investor.
"Jadi sebetulnya harus ada pernyataan yg jelas dan kita harus sampaikan ke pemerintah bagiamana caranya menarik investor. Apakah kebijakan kita sudah betul-betul menarik, saya tidak melihat seperti itu. Hasilnya sekarang, tanggapan investor sangat rendah," tuturnya menegaskan.
Ketua Apindo Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sammy Hamzah menyarankan pemerintah tidak perlu menjadikan GS sebagai satu-satunya kebijakan untuk kontraktor. Dari segi pengembalian, industri mengharapkan mendapatkan sekitar 15 hingga 17 persen.
"Satu yang sangat penting, gross split ini menjadi alternatif. Berkali-kali industri mengatakan ini jangan dijadikan satu-satunya solusi. Kalau pemerintah bersedia untuk merevisi kembali, meninjau kembali split-split itu saya rasa ada solusinya," ujar Sammy.