REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Permasalahan lingkungan menjadi fokus perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Salah satunya adalah kerusakan lahan yang berdampak pada ancaman bencana.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan kerusakan lahan kerap terjadi karena alih kelola lahan. Kondisi ini bahkan disebut banyak terjadi di lahan-lahan konservasi.
Deddy menyebutkan sepertiga lahan di Jawa Barat merupakan lahan konservasi milik pemerintah. Namun kerap terjadi alih kelola lahan yang menjadi penyebab kerusakan lahan.
"Saya sampaikan sepertiga luasan Jawa Barat yang sekitar 3,7 juta hektare itu, sebanyak 1,1 juta hektare dikuasai instansi pemerintah seperti BKSDA, Perhutani, PTPN. Tapi banyak lahan yang jadi lahan konservasi malah tidak terkelola dengan baik. Dan itu juga jadi masalah lingkungan," kata Deddy, Kamis (18/5).
Menurut dia, lahan konservasi yang dimiliki instansi pemerintah cenderung dibiarkan. Hal ini karena keterbatasan personil untuk melakukan pengawasan. Mengingat lahannya yang sangat luas.
Hal tersebut, kata Wagub, kerap dimanfaatkan warga menjadi lahan pertanian. Akibatnya lahan berubah fungsi menjadi ladang holtikultura sehingga tak ada lagi daerah resapan air.
"Contohnya kawasan Pengalengan itu di mana 600 hektare botak jadi lahan sayur makanya longsor. Garut juga hulu Cimanuk. Begitu banyak alih fungsi lahan. Karena orangnya yang ngawasin dari instasi itu nggak sebanding dengan luas lahannya," ujarnya.
Kondisi ini dinilainya sangat disayangkan karena ditambah ketidaktahuan warga sekitar yang memanfaatkannya menjadi lahan pertanian. Padahal Demiz, sapaan akbarbnya, melihat potensi ekonomi yang bisa dikembangkan dari lahan konservasi milik instansi pemerintah cukup besar. Bukan hanya dimanfaatkan menjadi lahan pertanian yang justru membahayakan lingkungan.
Oleh karena itu, Wagub mengusulkan instansi pemerintah yang memiliki lahan konservasi namun tidak bisa mengelola dengan baik untuk bekerja sama dengan lembaga usaha atau masyarakat sekitar. Kerja sama ini bisa dikembangkan dalam hal membangun potensi pariwisata.
Menurutnya, membuat wisata alam di lahan konservasi jauh lebih aman dari alih fungsi lahan. Karena akan dikelola dan dilestarikan dengan baik guna menunjang wisatawan. Tentunya dengan pengelolaan yang baik dari pihak terkait.
"Lihat Gunung Guntur sekarang diambilin batunya karena hanya dijadikan lahan konservasi. Padahal kalau jadi wisata alam, lahan konservasi pasti dijaga alamnya. Karenanya dibantu pengelolaannya dengan pihak ketiga," tutur dia.