REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian RI masih terus memburu terduga pelaku penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan. Pencarian dilakukan dengan berbagai cara bahkan sampai berurusan dengan masalah sakit hati dan rasa dendam.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan metode induktif seperti olah lokasi kejadian perkara (TKP) sudah dilakukan. Kemudian berlanjut dengan pengembangan dari CCTV, saksi-saksi, hingga informasi teknologi.
"Dari langkah ini, kami mengamankan tiga orang, termasuk salah satunya yang foto dari Novel," kata Tito di Kompleks PTIK, Jakarta Selatan, Kamis (18/5).
Akan tetapi, setelah dimintai keterangan pada tiga orang tersebut ternyata mereka memiliki alibi yang kuat. Sehingga penyidik pun kembali membebaskan setelah diperiksa 1x24 jam.
Oleh karena itu, lanjut Tito, penyidik mulai mengembangkan metode deduktif dalam upaya pencarian pelaku penyerangan ini. Yakni penyidik juga mulai mendalami mereka yang diduga memiliki motif sakit hati atau dendam kepada Novel pun tidak luput dari pantauan.
"Kira-kira yang berpotensi sakit hati, dendam, mungkin bisa juga karena pekerjaan, urusan kasus atau masalah pribadi," kata mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Bahkan sambung Tito, dalam praktiknya, metode ini pun dipecah lagi dalam dua macam kasus. Yakni seseorang yang dimungkinkan sakit hati karena terkait dengan kasus KTP elektronik dan kasus lainnya yang sudah berlalu namun seseorang tersebut juga masih sakit hati dengan Novel.
Misalnya saja, kasus Nico yang menyebarkan video rekaman pengakuannya di media sosial. Dalam video tersebut Nico mengaku diancam oleh penyidik KPK bahkan mendapatkan sejumlah nominal agar memberikan keterangan palsu dalam kasus Muchtar Effendi
Motif sakit hati seperti Nico ini juga menjadi bahan penyelidikan Polda Metro Jaya. Rencananya, penyidik akan berkoordinasi dengan KPK terkait dengan keterangan dan juga bukti-bukti dokumen hasil pemeriksaan Nico.