REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan kembali menggelar sidang lanjutan praperadilan atas dugaan memberikan keterangan palsu yang dilakukan oleh Miryam S Haryani, Jumat (19/5). Sidang yang rencananya akan digelar pukul 14.00 WIB nanti akan memasuki tahap pembacaan kesimpulan.
Baik pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kuasa hukum Miryam akan menyampaikan kesimpulan, setelah pada sidang Kamis (18/5) kemarin telah diperdengarkan keterangan dari saksi ahli yang dihadirkan oleh KPK.
Pada sidang Kamis (18/5) kemarin, KPK menghadirkan tiga orang saksi. Yaitu saksi ahli psikologi dari Universitas Indonesia, A Ratih Anjayani, saksi fakta jaksa penuntut umum (JPU), Wawan Yunarwanto, dan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Soedirman, Noor Aziz Said.
Kuasa hukum Miryam, Heru Andeska merasa optimistis bahwa dugaan praperadilan mereka akan dikabulkan oleh hakim ketua Asiadi Sembiring. "Optimistis, dalil-dalil kami tetap, optimis dengan dugaan praperadilan kami akan dikabulkan hakim. Berdasarkan fakta-fakta persidangan," ujar Heru.
Tidak hanya kuasa hukum Miryam, KPK pun juga menilai langkah penetapan tersangka Miryam sudah tepat berdasarkan alat bukti yang cukup. "Kami bertahan pada argumentasi kami bahwa penetapan tersangka pemohon adalah berdasarkan alat bukti yang cukup, yaitu dua alat bukti," kata Ketua Biro Hukum KPK, Setiadi.
Miryam S Haryani ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 5 April 2017 lalu setelah dirinya dianggap memberikan keterangan palsu. Politikus Partai Hanura tersebut sempat mencabut berita acara perkara pada sidang kasus KTP elektronik pada 23 Maret 2017 lalu dengan alasan dirinya ditekan oleh penyidik KPK.
KPK menjerat Miryam dengan Pasal 22 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.